Kamis, 03 April 2014

Cerpen: Semenit Waktu


Jalanan kota Jakarta memang tak pernah absen dari kata macet. Setiap harinya seakan tak pernah habis kendaraan berlalu lalang dari berbagai kota. Suasana yang membosankan juga polusi udara yang menjadi ciri khas kota-kota besar tak jarang membuat setiap pengguna jalan merasa kesal. Tapi tidak berlaku untuk seorang wanita yang kini tengah tenggelam dengan fikirannya didalam sebuah taksi. Kekesalan yang selalu dirasakan pengguna jalan seakan tak berlaku untuknya kali ini. matanya memang tak pernah lepas memandang puluhan kendaraan didepannya, tapi fikirannya tak ada di tempat.
Reyna candrawinata hanya bisa menatap kosong mobil-mobil dihadapannya. Fikirannya kali ini menerawang kemana tujuannya untuk pergi. Reyna mendengus. Ia tak pernah berfikir akan pergi dengan keadaan hatinya yang seperti ini. Seharusnya ia ikut bahagia hari ini, bukan malah sebaliknya. Bukankah menyaksikan salah stu anggota keluarga kita menikah, merupakan sebuah kebahagiaan?. Melihatnya tersenyum bahagia di atas pelaminan dengan seseorang yang akan menjadi pendamping hidupnya, mau tak mau tanpa sadar membuat kita ikut bahagia menyaksikannya. Tapi tidak untuk Reyna jika saja orang itu bukan seseorang yang selalu ia rindukan selama ini. tidak, sebenarnya ia ikut merasa bahagia. Tapi sisi lain dari hatinya merasa begitu terluka.
Reyna tahu perasaanya memang tak wajar. Ia seharusnya bisa mengendalikan hatinya untuk tidak mencintai saudara sepupunya sendiri. tapi ternyata itu sangat sulit untuk di lakukan. Reyna tak pernah membayangkan akan mencintai seorang pria gendut juga jelek yang dulu begitu jahil dan menjengkelkan dimatanya. Tapi setelah 18 tahun tak bertemu dengan pria itu—karena entah mengapa mereka tak pernah di pertemukan satu sama lain setelah orang tua Reyna bercerai-- dan di pertemukan kembali 4 tahun yang lalu ketika ia pindah kuliah ke Jakarta-- mau tak mau membuat pandangannya untuk pria itu berubah. Pria itu telah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan, lemak dalam tubuhnya kini hilang entah kemana. tapi sikapnya yang menjengkelkan masih belum hilang dari dirinya, karena terkadang ia menjadi begitu menjengkelkan jika tingkah ‘over’nya kumat. Walaupun usia pria itu terpaut 5 tahun lebih tua darinya, tapi ia masih selalu bertingkah konyol dan tak jarang mengundang tawa untuknya.
Berbeda dengan saudara sepupunya yang lain, Bagas yang merupakan adik dari Rangga—pria yang ia cintai. Kepribadian Bagas dan Rangga bisa di ibaratkan seperti langit dan bumi. Jika Rangga merupakan pribadi yang tak bisa diam, lain lagi dengan Bagas yang cenderung terlalu pendiam. Bagas sangat jarang bicara padanya walaupun untuk sekedar membicarakan tugas kuliah. Bagas memang satu fakultas dengannya bahkan dengan jurusan yang sama, tapi itu tak membuat mereka dekat sama sekali. Dan tak jarang, sikapnya yang terlalu dingin dan acuh selalu membuat Reyna marah dan membenci pria itu. Bahkan sampai saat ini pun hubungan keduanya tak pernah membaik. Sehingga Reyna selalu lebih memilih menghindar dari orang itu daripada ia harus merasa kesal setiap kali bertatap muka dengan wajah dinginnya Bagas.
Dan selama hampir 4 tahun kebersamaan Reyna dengan dua kakak beradik itu menumbuhkan perasaan yang lain dihatinya. Ia yang semakin mencintai Rangga, dan semakin membenci Bagas.
Ia selalu merasa bersalah pada paman dan bibinya jika mengingat perasaannya terhadap Rangga. Bagaimana mungkin ia bisa mengkhianati kebaikan mereka yang bahkan sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri?. sebenarnya ini tak akan begitu membuatnya merasa bersalah jika saja Rangga bukanlah saudara sepupunya. Tapi walaupun begitu, Reyna tak pernah bisa menghapus semua mimpi-mimpinya. Mimpi yang selalu membuatnya berharap untuk menjadi pedamping hidup Rangga dimasa depan kelak.
Sampai pada saatnya semua mimpi itu harus ia kubur sedalam mungkin, setelah sebuah kabar menghancurkan hampir setengah hidupnya beberapa hari yang lalu..
***
“ jadi kemana saja kau selama ini ?” tanya Rangga di tengah-tengah makan siang mereka. Reyna mendongakan kepala untuk melihat Rangga lalu tersenyum.
“ apa kau merindukanku ?”
Rangga terlihat mendengus, tapi tak dapat menyembunyikan wajahnya yang tengah menahan senyum. Benar, ia memang merindukan gadis itu. hampir satu bulan ini ia tak pernah menemui Reyna di karenakan ia terlalu sibuk menguruskan sesuatu hal.
“ apa kau berharap aku mengatakan ‘iya’ ?”
“ apa kau keberatan ?”
“ baiklah, aku merindukanmu.” Berhenti sejenak, lalu melanjutkan “ Jadi kemana saja kau selama ini ? aku mencoba menghubungi ponselmu tapi kau tak pernah menjawabnya sekalipun “
“ seharusnya aku yang bertanya seperti itu” Reyna berucap tanpa memandang Rangga sedikitpun. Makanan di atas piringnya menjadi lebih menarik saat ini. sementara Rangga hanya menatap Reyna dengan sabar menunggu jawaban dari gadis itu. ia melipat tangan di atas dadanya, punggungnya ia sandarkan pada sandaran kursi.
Reyna menghentikan sejenak aktivitasnya untuk menatap Rangga. “ lagipula akhir-akhir ini aku cukup sibuk untuk sekedar mengangkat telfon. Kau tahu aku harus segera menyelesaikan tugas akhirku
“ aku tak akan mencuri waktumu sampai satu jam jika kau mengangkat telfonku”
“ kau benar “ Reyna kembali memasukan makanan kedalam mulutnya. “ tapi aku hampir sangat jarang menyentuh ponsel selama ini. jadi maafkan aku“
Rangga hanya mendesah pasrah mendengar jawaban gadis itu. ia tak pernah tahu jika menyelesaikan tugas akhir akan begitu menyita waktunya, sehingga melupakan sebuah ponsel sampai tak menyentuhnya sama sekali.
Reyna menatap Rangga serius. “ bukankah kau ingin memberitahuku sesuatu ? jadi apa itu ?”
Rangga berkedip beberapa kali, lalu menatap Reyna. Gadis itu sudah selesai dari aktivitasnya. “ ya aku ingin memberitahumu tentang ini “ dengan ragu, Rangga segera mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya dan menyerahkannya kepada Reyna. Reyna menaikan alisnya. Entah mengapa perasaannya berubah tak enak.
“ apa ini ?” tangannya segera meraih sebuah kertas berupa undangan pernikahan yang di serahkan Rangga. Reyna segera membuka undangan itu, lalu tercengang ketika matanya membaca sebuah nama yang begitu taka sing untuknya.
‘ RANGGA ADITYA DENGAN MELISHA PUTRI ‘
Sedikit mencerna dengan apa yang tengah di bacanya, Reyna merasakan tangannya bergetar ketika menyadari nama sang pria yang tertera disana. Ia segera menatap Rangga untuk mencari kepastian dari pria itu. Tak lama, Rangga yang kini tengah menatapnya mengangguk dan entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa sesuatu yang tajam tengah menusuk ulu hatinya. Reyna tersenyum getir. Ia benar-benar berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi, mimpi buruk yang tak akan lagi hadir dalam hidupnya. Tapi tidak, Reyna sadar ini benar-benar nyata. Ia tahu ini akan terjadi, tapi ia tak menyangka akan secepat ini. Jika saja saat ini tak ada Rangga bersamanya, mungkin Reyna akan menangis sejadi-jadinya. Ia tak bisa membayangkan pria yang dicintainya menikah dengan wanita lain. Rasanya sakit sekali. ia merasakan dadanya sesak, bahkan terasa sulit untuk sekedar bernafas. Jantungnya berdegup semakin cepat dan seluruh tubuhnya terasa semakin melemas. Sekuat tenaga Reyna menahan diri untuk tidak menangis. Lalu ia kembali menatap Rangga.
“ kakak kau…” Reyna menggantung perkatannya, tenggorokannya terasa tercekat sehingga membuatnya sulit untuk berucap. “ a-apakah ini alasan..kau si-sibuk selama ini ?”
Rangga tahu apa yang Reyna rasakan, dan itu ikut membuatnya sakit.
“ ya…maaf aku tak memberitahumu sebelumnya. Aku hanya takut mengganggu tugas akhirmu. aku tahu kau tak mungkin diam jika mengetahui aku akan menikah, kau pasti akan ikut menyibukan diri dan aku tak ingin itu terjadi di tengah kesibukanmu. Jadi aku…..” Rangga tak melanjutkan perkatannya ketika melihat gadis itu memaksakan diri untuk tersenyum. Ia tahu Reyna tengah mati-matian menahan tangis, dan itu gagal gadis itu lakukan karena selanjutnya cairan bening itu mulai mengalir dari sudut mata gadis itu.
Rangga memejamkan matanya. Ia tahu Reyna mencintainya, dan itu membuatnya tak mudah untuk memberitahu Reyna tentang pernikahannya. Selama ini ia mencoba merahasiakannya dari gadis itu, dengan meminta kepada seluruh keluarganya untuk tidak memberitahukan kabar ini kepada Reyna, dengan alasan ia akan mengatakannya sendiri sebagai sebuah kejutan. Padahal Rangga tahu ini bukanlah kejutan yang di harapkan gadis itu, karena ini hanya akan melukainya. Tapi apa yang bisa ia lakukan pada saat itu selain merahasiakannya ? karena dilain sisi ia tak ingin megganggu Reyna di tengah tugas akhirnya.
“ rey kau…menangis ?”
Reyna mengangkat kepalanya. undangan pernikahan masih berada di tangannya yang tanpa sadar ia remas sampai sebagian undangan itu robek. Tentu saja Rangga tahu, tapi ia lebih memilih untuk berpura-pura tidak mengetahuinya.
“ kakak…aku..senang “ ia berusaha berucap walaupun terasa sulit. Wajahnya memaksakan sebuah senyuman. “ aku senang pada akhirnya ada yang mau menikah…dengan pria menyebalkan  sepertimu..” Reyna menghentikan ucapannya sejenak dengan sebuah tawa kecil tersungging di wajahnya, lalu melanjutkan. “ jadi..mengapa kau tak mengenalkannya padaku hah ?”  
Kali ini Reyna menampakan wajah marah, walaupun ia tahu ia gagal melakukannya. Kesedihannya lebih mendominasi suasana hatinya saat ini. Rangga hanya diam tak tahu apa yang harus ia katakana. tiba-tiba ia melihat Reyna mengusap air matanya.
“ kakak kau tahu ? aku begitu bahagia mendengar kau akan menikah sampai-sampai aku menangis untukmu. Memalukan sekali bukan ?”
Dan untuk sekian kalinya Rangga tahu gadis itu tengah berbohong….
***
Reyna tersentak kaget ketika sebuah taksi yang membawanya di rem secara tiba-tiba. Fikirannya  secara otomatis langsung menyadarkan dimana dirinya berada saat ini. ia sudah cukup lama bergulat dengan fikirannya sehingga membuatnya tak sadar dengan keadaan sekitar. Ia segera mengalihkan tatapannya menatap keluar jendela. Terlihat jalanan yang mulai basah karena ternyata hujan turun tanpa disadarinya. Ia mendengus. Bahkan langitpun ikut menangis dengan kisah hidupnya yang menyedihkan.
Taxipun berhenti disebuah gedung yang telah ramai oleh para tamu undangan. Reyna menatap sekilas ke arah gedung, ia menghela nafas panjang sebelum tangannya membuka pintu. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua ini harus ia jalani dan ia tak mungkin untuk lari dari kenyataan yang kini harus ia hadapi. Ketika baru saja ia membuka pintu, tiba-tiba saja ia melihat Bagas yang sedang berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah payung di tangannya. Ia menaikan alis sedikit heran.
“ ibu yang menyuruhku “ ucap pria itu tanpa ditanya dan sontak membuat Reyna membuang muka. Memang siapa yang peduli? Menyebalkan sekali, batinya. Dengan sedikit kesal, Reyna memilih untuk melangkah keluar dan berdiri di samping Bagas dibawah payung yang tengah melindungi mereka dari derasnya hujan. Ia menoleh sekilas untuk sekedar melihat pria itu. Reyna sadar Bagas sangat tampan, bahkan lebih tampan dari kakaknya. Tapi sayang sikap pria itu lebih menyebalkan dari kakaknya.
Mereka mulai berjalan beriringan di tengah hujan yang mengguyur payung mereka. Reyna sedikit gugup karena berada lebih dekat dengan Bagas. jika di ingat-ingat ini memang kali pertama mereka berada di posisi sedekat ini.
cepat masuk, ibu sudah menunggu “ Bagas langsung meninggalkannya kearah lain tanpa menatapnya sekalipun ketika mereka sudah sampai di halaman gedung. Reyna mendengus kesal. Benar-benar pribadi yang dingin, pantas saja aku membencimu, fikir Reyna dan mulai melangkah memasuki gedung.
Dan benar saja, bibi shin memang sudah menunggunya. Ia langsung menyambut Reyna dengan memeluknya disusul dengan beberapa pertanyaan bernada khawatir. Reyna tersenyum. Inilah yang selalu membuatnya merasa bersalah. Ia tak dapat membayangkan apa yang akan bibi shin rasakan jika mengetahui ia mencintai Rangga. Ia begitu dekat dengan bibi shin seperti hubungan Reyna dengan ibunya sendiri. Terlebih selama hampir 3 tahun ini Reyna tinggal bersama dengan keluarga Rangga dan membuat kedekatannya dengan keluarga itu semakin terasa jelas. Tak lama setelah berbincang-bincang dan menyapa beberapa keluarga lainnya, bibi shin meminta Reyna untuk segera menemui Rangga. Dengan senyuman yang sedikit dipaksakan Reyna mengangguk.
Reyna menghembuskan nafasnya berat dan mulai melangkahkan kakinya dengan ragu. Ia benar-benar gugup dan..takut. beribu-ribu pertanyaan serasa  melayang di fikirannya. Apa yang harus ia lakukan ? langkah apa yang harus ia ambil ? sanggupkah ia berpura-pura bahagia di tengah perasaannya yang begitu terluka ? sanggupkah ia untuk tidak menangis lagi di hadapan Rangga ? dan sanggupkah ia mengatakan kata ‘selamat..semoga kalian bahagia’ kepada pria yang dicintainya ?. Reyna menggelengkan kepalanya pelan. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya membuatnya pusing. Dan ia lebih memilih untuk mengabaikannya daripada cairan bening itu meluncur kembali saat ini.
setelah bersusah payah melangkahkan kakinya, Reyna mulai melihat pasangan pengantin yang tengah sibuk menyambut para tamu. Ia menghentikan langkahnya sejenak. Ia benar-benar merasa gugup sekarang. Sebisa mungkin ia mencoba bernafas normal, ia menghela nafas beberapa kali untuk menenangkan degup jantungnya yang berdetak semakin cepat.
apa kau gugup ?
Reyna dengan sontak menengok ketika sebuah suara terdengar olehnya. Di sebelah kiri yang tak jauh darinya ia melihat seorang pria tampan berjas hitam yang tengah melipat tangan dan bersender pada sebuah tiang di bangunan itu. dia benar-benar sempurna dan orang lain mungkin akan terjerat oleh pesona pria itu. tapi tidak untuk Reyna jika saja pria itu bukanlah Bagas. Seperti biasa ia selalu menampakan ekspresi dingin sedingin es yang selalu membuatnya tak nyaman. Dan beberapa detik kemudian ia melihat Bagas yang mulai melangkah ke arahnya.
“ apa menemui pasangan pengantin itu begitu menyulitkanmu ?” tanyanya ketika Bagas sudah berada beberapa meter darinya. Reyna mendengus memilih untuk tak menjawab pertanyaan pria itu. ia tahu bertemu dengan Bagas hanya akan membuat suasana hatinya semakin buruk.
“ biar ku antar “
“ eh ?”
Reyna tersentak kaget ketika Bagas menarik tangannya untuk melangkah maju. Walaupun terasa sedikit memaksa, tapi entah mengapa Reyna merasakan sedikit kelembutan dari cara ia memperlakukannya. Bagas terus membawanya melangkah maju tanpa memperdulikan Reyna yang merasa aneh dengan tingkahnya. Walaupun selama ini Bagas begitu menjengkelkan untuknya, tapi entah mengapa hari ini Reyna merasa pria itu begitu mengerti perasaannya. Mungkinkah Bagas tahu apa yang dia rasakan saat ini ?
Dan Bagas segera menghentikan langkahnya ketika mereka sudah berada tak jauh dari tempat Rangga berdiri. Reyna menatap lurus ke depan. Dapat ia lihat Rangga yang juga menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti. Reyna merasakan remasan lembut di pergelangan tangannya sebelum Bagas melepaskannya.
“ pergilah. Dia menunggumu “ ucapnya yang langsung pergi meninggalkan Reyna. Kembali Reyna merasa heran. Ia ikut menatap kepergian pria itu. Reyna tidak mengerti, mengapa punggung pria itu terlihat begitu rapuh dimatanya ?
***
“ aku mencarimu, dan ternyata kau disini “
Reyna tersenyum tipis ketika melihat Rangga yang sudah berdiri di belakangnya. Pria itu menyodorkan segelas minuman padanya.
“ apa yang kau lakukan disini ?”
“ ada apa kau mencariku ?”
Rangga menaikan alisnya lalu tersenyum. Nada suara Reyna terdengar sedikit sinis di telinganya.
“ hanya ingin melihatmu “
Reyna diam tak merespon. Ia merasa bingung apa yang harus ia katakan. Setelah bersusah payah menemui pasangan pengantin tadi akhirnya Reyna berhasil menahan dirinya untuk tidak menangis dan mengatakan ucapan selamat kepada mereka berdua. Tapi kali ini Rangga menemuinya dan ia tak bisa menjamin untuk bisa menahan tangis setelahnya.
“ pengantin macam apa kau ? berkeliaran di tengah-tengah jamuan tamu ..” Rangga tertawa kecil mendengar ucapan Reyna. Ia memang tak bias bertahan lebih lama untuk berdiri disana menyambut para tamu. Sikapnya yang tak bisa diam membuatnya kesulitan jika hanya berdiam diri. Jadi dia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar dan mencari Reyna.
Rangga mengacak-ngacak rambut gadis itu lembut, membuat Reyna menghangat seketika. “ hanya sebentar “ lanjutnya lalu membalikan tubuhnya untuk bersender pada pagar balkon gedung itu.
Beberapa detik setelahnya keheningan melanda mereka. Mereka tak kunjung mengeluarkan suara seakan sibik dengan fikirannya masing-masing. Rangga sendiri merasa bingung apa yang harus ia katakan. Yang pasti ia merasa sangat sakit ketika melihat Reyna bersusah payah menampakan sosoknya yang bahagia. Ia tahu jauh didalam libuk gadis itu, perasaannya sangat terluka. Tapi apa yang harus ia lakukan ? ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini adalah keputusannya yang terbaik.
“ dia sangat cantik dan baik. Kau beruntung bertemu dengannya “ akhirnya Reyna membuka suara membuat Rangga menatapnya lalu kembali menunduk. Keheningan masih terasa diantgara mereka. Rangga sendiri merasa bingung apa yang harus ia katakan.
“ maafkan aku.. “ akhirnya Rangga ikut membuka suara. Ia tahu Reyna saat ini tengah menatapnya heran.
“ maaf ? untuk apa ?”
“ rey kau tahu..kita tak mungkin bersama “ Reyna sontak membelalakan matanya. menatap tak percaya dan sedikit terkejut dengan ucapan pria itu. jadi selama ini dia tahu tentang perasannya ? mengapa pria itu hanya diam saja ? dan tanpa sadar kenyataan itu begitu mengancurkan hatinya. kali ini Reyna menunduk. tak perlu lagi pria itu katakana, Reyna tahu mereka tak mungkin bisa lebih dari ini. tapi apa yang harus ia lakukan ? bahkan untuk berhenti mencintai Rangga sangat sulit ia lakukan.
“ aku tahu..” ucapnya hampir tak terdengar. Baiklah, pada kenyataannya ketakutannya memang terbukti. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak menangis kali ini. Reyna mengusap air matanya segera dengan punggung lengannya, lalu menatap Rangga.
“ aku tahu aku tak seharusnya seperti ini. aku benar-benar bodoh. Aku sudah beberapa kali mencoba untuk melupakanmu, tapi aku selalu gagal melakukannya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, bahkan sampai saat ini…” Reyna menghentikan ucapannya mencoba menenangkan dirinya yang mulai terisak. Ia kembali mengusap air matanya yang jatuh. “ aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan “ lanjutnya lirih, terdengar begitu menyedihkan.
Rangga mengalihkan tatapannya untuk tidak melihat Reyna. Ia benar-benar tak tahan melihat gadis itu menangis di hadapannya. Sebisa  mungkin ia menahan diri untuk tidak memeluk gadis itu. Rangga tahu, Reyna membutuhkan ketenangan saat ini. tapi memeluknya disaat seperti ini bukanlah keputusan yang baik. Karena itu hanya akan membuat gadis itu semakin sulit melepaskannya. Bahkan untuk dirinya sendiri.
Rangga meremas tangan gadis itu, mungkin hanya itu yang bisa ia lakukan. “ kumohon. Mulai saat ini…kau harus benar-benar melupakanku “ sebuah kalimat yang sangat benci ia katakana. tapi Rangga harus melakukan itu. ia harus segera mengakhiri semua ini walaupun harus menyakitinya. “aku tahu kau mencintaiku. Tapi selama ini aku tak bisa merasakan hal yang sama sepertimu. Aku sudah menganggap mu seperti adiku sendiri. jadi kumohon lupakan aku. Hatimu terlalu berharga untuk mencintai pria sepertiku. Carilah pria yang lebih baik dariku, yang lebih bisa membuatmu bahagia. “
Reyna tercengang. Ia tahu Rangga tak mungkin mencintainya. Tapi mendengar pria itu mengatakannya secara langsung benar-benar begitu menyakitkannya. Reyna tersenyum samar. Ia menahan diri untuk tidak terisak walau pada akhirnya ia sulit melakukannya. Sebisa mungkin ia mencoba menahan tubuhnya sendiri ketika perasaan menyakitkan mulai melemaskan seluruh tubuhnya. Reyna segera membalikan tubuhnya untuk tidak membiarkan tamu undangan lain melihatnya yang tengah menangis dan kemudian kembali terisak.
Rangga semakin merasa bersalah. Ia mencoba untuk mengusap ujung kepala gadis itu, tapi Reyna segera menepisnya. Bukan hanya Reyna yang merasa begitu terluka. Rangga pun merasakan hal yang sama. bagaimana tidak, ia merasa membohongi dirinya sendiri dengan perkatannya barusan. jika saja mereka tidak memiliki hubungan saudara, mungkin Rangga akan memilih Reyna untuk menjadi pendamping hidupnya. Benar, Rangga mencintai Reyna. Sangat mencintainya. Tapi ia tak mau melukai hati kedua orang tuanya dan orang tua Reyna. Mereka akan sangat begitu kecewa jika mengetahui ia dan Reyna saling mencintai. Jadi ia lebih memilih jalan seperti ini untuk mengakhiri semuanya. Walaupun ia tak begitu yakin dapat melupakan Reyna seperti yang ia pinta kepada gadis itu.
Ia menghela nafas pelan sebelum menatap Reyna. “ aku yakin kau bisa melakukannya. Kau akan menemukan pria yang lebih baik dariku…” sedikit ragu, Rangga mulai melangkah pergi meninggalkan Reyna yang masih terisak. Ia tak bisa lebih lama berada disana karena itu hanya akan membuatnya semakin sulit melepaskan gadis itu. Rangga menyentuh dadanya. Ia merasakan sesuatu benar-benar hilang dari hidupnya. Mulai saat ini ia akan hidup tanpa gadis itu, dan itu berarti ia akan kehilangan dirinya yang sebenarnya. Ia akan hidup dalam kepura-puraan dan entah sampai kapan hal itu akan bertahan. Ah mengapa ini begitu menyakitkan ? jika saja bisa, Rangga benar-benar ingin menangis saat itu juga....
***
Hari mulai gelap dan langit telah berhenti menumpahkan hujannya. Reyna menengadah menatap langit, berharap akan melihat bintang untuk menghibur dirinya walaupun itu mustahil ia temukan. Ia menghela nafas pelan. Acara pernikahannya masih belum berakhir tapi Reyna memilih untuk menarik diri daripada ikut terlibat dengan keramaian didalamnya. Setelah kejadian itu, pada akhirnya Reyna tak bisa menahan diri untuk menyembunyikan tangisnya diantara para tamu undangan. Reyna telah menjadi pusat perhatian untuk beberapa saat sebelum akhirnya seseorang membawanya dari situasi yang membuatnya sulit untuk sekedar melangkah. Bagas. Pria itu telah menyelamatkannya. Ia tak pernah tahu apa yang akan terjadi jika Bagas tak datang membawanya. Mungkin paman dan bibinya akan datang tanpa diduga dengan melontarkan beberapa pertanyaan yang mungkin akan sangat menyulitkannya.
 ‘aku tahu kau mencintaiku. Tapi selama ini aku tak bisa merasakan hal yang sama sepertimu. Aku sudah menganggap mu seperti adiku sendiri ‘
Tiba-tiba ucapan Rangga kembali teringat di fikirannya. Reyna menyentuh dadanya yang sakit. Ribuan jarum yang tajam seolah-olah menghantam jantungnya saat ini. rasanya begitu sakit. Benar-benar sakit. Jika saja Reyna bisa memilih, ia akan lebih memilih untuk mati daripada harus hidup dengan rasa sakit yang teramat sangat. Ia tak yakin sampai kapan ia akan bertahan dengan rasa sakit yang begitu menghujam hatinya saat ini.
“ minumlah “ Reyna sedikit terkejut ketika melihat sebuah kaleng minuman yang disodorkan padanya. Kepalanya mendongak dan mendapati Bagas yang tengah berdiri dengan sebuah kaleng minuman yang sama. Sedikit heran ia segera meraihnya.
Bagas duduk di sampingnya dan membuat Reyna sedikit tidak nyaman mengingat Bagas tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Ia menatap Bagas sekilas. Keheningan melanda mereka.
“ terimakasih...” berhenti sejenak sebelum melanjutkan “ aku tidak tahu mengapa kau melakukan hal ini mengingat kita tak pernah akur sebelumnya. Tapi aku benar-benar berterimakasih padamu karena kau telah menyelamatkanku dari kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika paman dan bibi tahu aku menangis disana..jadi terimakasih “ Reyna menatap Bagas, ia menyunggingkan senyuman yang mungkin baru kali ini ia lakukan kepada pria itu. Bagas menatapnya dengan ekspresi andalannya.
“ aku tidak merasa membantu ataupun menyelamatkanmu. Aku hanya melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan “ ucapnya, membuat Reyna menatap tak percaya. Bahkan setelah ia tersenyum tulus kepada pria itu, sikap dinginnya seakan tak mau hilang dari sosoknya. Reyna mendengus. Seharusnya ia tahu, mengharapkan Bagas sedikit berubah dari sosok dinginnya sangat mustahil terjadi. Bagas akan selalu menjadi sosok yang menyebalkan untuknya sampai kapanpun itu.
“ kau benar-benar orang yang sangat pintar membuat moodku cepat berubah. Baiklah lupakan ucapan terimakasihku sebelumnya”  Reyna kehilangan nafsu untuk bicara. Ia merasa menyesal karena sebelumnya telah berfikir Bagas telah berubah dan sangat mengerti dengan perasaannya saat ini. tapi pada kenyataannya pria itu masih saja menyebalkan.
Setelah beberapa saat mereka terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun, akhirnya Reyna angkat bicara.
“ baiklah. Pada akhirnya rasa penasaran akan membunuhku secara perlahan jika aku hanya diam dan tak bertanya padamu “ berhenti sejenak, dengan sedikit ragu Reyna melanjutkan “jadi....sejak kapan kau tahu? “
Bagas menatap Reyna malas “ apa ?”
“ kau pasti tahu apa yang terjadi diantara aku dan kakakmu. Entah mengapa jika di ingat-ingat kembali, semua yang kau lakukan padaku selama ini seolah-olah kau mengerti dengan apa yang aku rasakan. Jadi, sejak kapan kau menyadarinya?”
Bagas terdiam. Sejak awal dia memang tahu apa yang terjadi diantara mereka. Tatapan Reyna terhadap Rangga sangat berbeda, begitupun sebaliknya. Karena hal itulah ia bersikap dingin terhadap Reyna walaupun kenyataannya ia tak ingin melakukannya. Jika harus jujur ia telah menyukai sosok Reyna jauh sebelum Reyna menyadari perasaannya terhadap Rangga. Tapi apa yang dapat ia lakukan ? karena setelahnya Reyna tak pernah melihatnya sedikitpun.
Bagas menatap Reyna. “ aku tak memiliki keharusan untuk menjawab pertanyaanmu “
Reyna kembali membuang muka dan menghembuskan nafas lebih keras dari biasanya. Ia kemudian berdiri berniat untuk meninggalkan pria itu. Reyna tak ingin memperburuk suasana hatinya dengan tetap berada disana.
“ aku tahu ini akan menjadi sia-sia. sampai kapanpun aku tak akan mampu bertahan lebih lama jika berdua denganmu. pantas saja, sampai saat ini tak ada asatupun wanita yang mau dekat denganmu karena kau menjadi begitu menyebalkan karenanya. Aku sarankan padamu, sebaiknya kau buang sosok menyebalkan itu dari hidupmu jika kau tak ingin menghabiskan sisa hidupmu tanpa seorang wanita. hah, benar-benar menyebalkan. Sampai kapanpun aku akan tetap membencimu “ Reyna membalikan tubuhnya dengan kesal dan mulai melangkah meninggalkan Bagas. Namun sesuatu tak terduga terjadi ketika sesuatu menahan tangannya.
“katakan padaku, apa kau begitu membenciku selama ini ?”
Reyna menatap Bagas dengan tatapan heran, dan kemudian menatap tangan pria itu yang masih menahan tangannya. Ia mencoba melepaskan tangan pria itu, namun Bagas tak juga melepaskannya. Reyna sedikit kesal sekaligus heran. Saat ini Bagas tengah menatapnya dengan tatapan aneh. Entah mengapa, Reyna melihat perasaan terluka dari mata pria itu.
“apa kau begitu bodoh ? kau tahu jawabanku tanpa harus bertanya. Sekarang lepaskan tanganku” Bagas tak juga menuruti permintaannya. Ia masih saja menatapnya dengan tatapan yang semakin membuatnya merasa tak nyaman.” Apa yang kau lakukan? Kubilang lepaskan tangan...”
Reyna tak percaya dengan apa yang dilakukan pria itu selanjutnya. Ia merasakan jantungnya berdegup semakin kencang ketika Bagas menciumnya tanpa permisi. Ini pertama kalinya. Dan Reyna tak pernah membayangkan Bagas akan mencuri ciuman pertamanya. Ia tahu ini tak boleh terjadi. Tapi ia tak mengerti karena pada kenyataannya ia tak bisa melepaskan diri dari pria itu, sampai pada akhirnya pria itu menghentikan ciumannya dan menatap Reyna dengan serius.
“apa yang kau lakukan....” ucap Reyna masih dengan tatapan tak percaya. Ia mencoba mengumpulkan fikiran sehatnya setelah kejadian tersebut.
“sesuatu yang ingin aku lakukan dibalik sikap menyebalkanku padamu selama ini” Bagas menimpali dan segera menangkap tubuh Reyna ketika gadis itu mulai kehilangan kesadaran pada kakinya. Bagas segera membawanya duduk dan sedikit mendengus.
“kau....” Reyna menatap Bagas dengan perasaan bingung. “ mengapa?”
Bagas menunduk beberapa saat kemudian menatap Reyna. Ia tahu Reyna masih belum sadar sepenuhnya setelah kejadian tadi. Ia tak bermaksud mengejutkan gadis itu, namun ia tak memiliki pilihan lain karena ia tak menginginkan gadis itu pergi dari hidupnya. Bagas tersenyum tipis.
“ apa kau terlalu bodoh untuk menyadarinya? Apakah perasaanmu terhadap kakaku begitu membutakanmu sehingga kau tak melihat keberadaanku sedikitpun?” Reyna tidak mengerti dengan apa yang dikatakan pria itu. Ia menggigit bibir bawahnya dan dengan ragu mencoba mencari jawaban ditengah perasaan bingung yang melandanya.
“ itu..aku...”
“aku mencintaimu”
“apa?” untuk kesekian kalinya Reyna merasa terkejut oleh pria itu. Ia mengerjap beberapa kali berharap apa yang didengarnya hanyalah sebuah lelucon atau indera pendengarannya tidak berfungsi dengan baik secara tiba-tiba sehingga kemungkinan ia salah dalam mendengar. Ia mencoba mencari kepastian dengan menatap mata pria itu. Namun tatapan pria itu membuatnya semakin tidak nyaman.
“ heey apa kau mencoba mempermainkanku? Aku tidak mungkin akan tertipu oleh pria menyebalkan sepertimu. Kau mencintaiku? Hahaha leluconmu tak lucu sama sekali” Reyna tertawa walaupun kenyataannya ia tak bernafsu sama sekali. Ia mencoba bersikap biasa walaupun sebenarnya ia mulai merasa gugup sekarang. “lagipula jika kau memang mencintaiku, aku ragu akan merasakan hal yang sama sepertimu. Jadi hentikan leluconmu”
“ini bukan lelucon”
“eh?”
Bagas kembali menatap Reyna serius mencoba megutarakan seluruh perasaannya terhadap gadis didepannya saat ini. ia tak peduli jika saja Reyna memang benar-benar tak merasakan apapun padanya selain rasa benci. Ia hanya menginginkan gadis itu tahu perasannya dan mulai melihatnya sebagai seorang pria bukan seseorang yang menyebalkan seperti biasanya mulai dari saat ini. Bagas sudah memikirkan hal terburuk yang akan terjadi. Bahkan ia tak peduli jika saja kedua orang tua mereka mungkin akan murka kepadanya. Karena yang pasti ia sangat mencintai Reyna dan tak ingin gadis itu pergi dari hidupnya.
“apa kau yakin tak merasakan sesuatu yang lain selain membenciku selama ini?”
“ah? I..itu...” Reyna menggantung ucapannya bingung dengan perasaannya sendiri. Sebenarnya selama ini ia memang tak begitu yakin benar-benar membenci pria itu. Jauh didalam lubuk hatinya ia merasakan sesuatu yang tak biasa walaupun pria itu begitu menjengkelkan untuknya. Bagas memang sosok yang begitu dingin terhadapnya namun entah mengapa Reyna merasakan ada sesuatu yang lain dari pria itu. Tatapan dingin yang ditujukan pria itu terhadapnya seolah-olah menyimpan sejuta ungkapan yang tak dapat ia mengerti selama ini.
“aku...tidak..”
“tak apa. Aku akan menunggu” dengan reflek Reyna langsung menatap Bagas yang kini tengah tersenyum kepadanya. Reyna merasakan hatinya menghangat tiba-tiba. Ini adalah kali pertama pria itu tersenyum padanya. “aku mengerti jika kau sama sekali tak merasakan apa-apa padaku, karena aku tak pernah melakukan apapun padamu selama ini kecuali membuatmu semakin membenciku. Tapi mulai saat ini cobalah melihatku sebagai seorang pria yang akan selalu kau cintai. Aku akan menunggu sampai saat itu tiba dan tak akan pernah bertindak bodoh dengan melepaskanmu seperti apa yang kakaku lakukan padamu. Jadi bisakah kau melakukan itu untukku mulai saat ini?”
Reyna menatap Bagas dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Kini ia sadar bahwa sesungguhnya jauh dilubuk hatinya ia juga mencintai pria itu. perasaan benci yang dirasakannya selama ini menjadi sekat tipis yang membuatnya sulit mengakui perasaannya terhadap pria itu. Reyna menatap Bagas tersenyum kemudian disusul dengan ekspresi cemberut.
“bodoh. Mengapa kau lakukan hal ini padaku? Kau benar-benar membuatku kesulitan dengan perasaanku sendiri...”
Dan tanpa mereka tahu, jauh di seberang sana sepasang mata tengah memperhatikan mereka. Perasaannya semakin terluka ketika melihat seorang pria dan wanita yang dicintainya berada di hadapannya. Ia tersenyum samar dengan air mata yang jatuh diantara kedua matanya.
“ kau benar aku memang bodoh. Bodoh karena telah melepaskan wanita yang kucintai….”


Semenit waktu
( Ada band )
Di pelukanku terakhir kali, ku katakana cinta..
Putih dan suci yang kau persembahkan seperti janji manis..

Bila malam menjelang,
Ingin ku hitung lagi segenap jumlah bintang yang bersinar di wajahmu..

Akhirnya semua telah berakhir bagai mimpi buruk,
Menerjang ruang batin hidupku,
Tak berperasaan..
Ku diam tertegun menatap pilu dirimu,
Kau begitu indah..

Dunia serasa mati hilang semangat hidup,
Aku rindu padamu, aku teramat sayang..
Jika ini takdirku bolehkah ku berharap,
Semenit waktu ingin ku balas kata cinta….

Harusnya ku berlari mengejar kepegianmu..
Takan terulang kisah dua anak manusia….