Jalanan kota Jakarta memang tak pernah absen dari kata macet. Setiap
harinya seakan tak pernah habis kendaraan berlalu lalang dari berbagai kota.
Suasana yang membosankan juga polusi udara yang menjadi ciri khas kota-kota
besar tak jarang membuat setiap pengguna jalan merasa kesal. Tapi tidak berlaku
untuk seorang wanita yang kini tengah tenggelam dengan fikirannya didalam
sebuah taksi. Kekesalan yang selalu dirasakan pengguna jalan seakan tak berlaku
untuknya kali ini. matanya memang tak pernah lepas memandang puluhan kendaraan
didepannya, tapi fikirannya tak ada di tempat.
Reyna candrawinata hanya bisa menatap kosong mobil-mobil
dihadapannya. Fikirannya kali ini menerawang kemana tujuannya untuk pergi. Reyna mendengus. Ia tak pernah berfikir akan pergi dengan keadaan
hatinya yang seperti ini. Seharusnya ia ikut bahagia
hari ini, bukan malah sebaliknya. Bukankah
menyaksikan salah stu anggota keluarga kita menikah, merupakan sebuah
kebahagiaan?. Melihatnya tersenyum bahagia di atas
pelaminan dengan seseorang yang akan menjadi pendamping hidupnya, mau tak mau
tanpa sadar membuat kita ikut bahagia menyaksikannya. Tapi tidak untuk Reyna
jika saja orang itu bukan seseorang yang selalu ia rindukan selama ini. tidak,
sebenarnya ia ikut merasa bahagia. Tapi sisi lain dari hatinya merasa begitu
terluka.
Reyna tahu perasaanya memang tak wajar. Ia seharusnya bisa mengendalikan
hatinya untuk tidak mencintai saudara sepupunya sendiri. tapi ternyata itu
sangat sulit untuk di lakukan. Reyna tak pernah membayangkan akan mencintai seorang
pria gendut juga jelek yang dulu begitu jahil dan menjengkelkan dimatanya. Tapi
setelah 18 tahun tak bertemu dengan pria itu—karena entah mengapa mereka tak
pernah di pertemukan satu sama lain setelah orang tua Reyna bercerai-- dan di pertemukan
kembali 4
tahun yang lalu ketika ia pindah kuliah ke Jakarta-- mau tak mau membuat
pandangannya untuk pria itu berubah. Pria itu telah tumbuh menjadi pria dewasa
yang tampan, lemak dalam tubuhnya kini hilang entah kemana. tapi sikapnya yang
menjengkelkan masih belum hilang dari dirinya, karena terkadang ia menjadi
begitu menjengkelkan jika tingkah ‘over’nya kumat. Walaupun usia pria itu
terpaut 5 tahun lebih tua darinya, tapi ia masih selalu bertingkah konyol dan
tak jarang mengundang tawa untuknya.
Berbeda dengan saudara sepupunya yang lain, Bagas yang merupakan
adik dari Rangga—pria yang ia cintai. Kepribadian Bagas dan Rangga bisa di
ibaratkan seperti langit dan bumi. Jika Rangga merupakan pribadi yang tak bisa
diam, lain lagi dengan Bagas yang cenderung terlalu pendiam. Bagas sangat
jarang bicara padanya walaupun untuk sekedar membicarakan tugas kuliah. Bagas memang
satu fakultas dengannya bahkan dengan jurusan yang sama, tapi itu tak membuat
mereka dekat sama sekali. Dan tak jarang, sikapnya yang terlalu dingin dan acuh selalu membuat Reyna
marah dan membenci pria itu. Bahkan
sampai saat ini pun hubungan keduanya tak pernah membaik. Sehingga Reyna selalu
lebih memilih menghindar dari orang itu daripada ia harus merasa kesal setiap
kali bertatap muka dengan wajah dinginnya Bagas.
Dan selama hampir 4 tahun kebersamaan Reyna dengan dua kakak beradik itu menumbuhkan
perasaan yang lain dihatinya. Ia yang semakin mencintai Rangga, dan semakin
membenci Bagas.
Ia selalu merasa bersalah pada paman dan bibinya jika mengingat
perasaannya terhadap Rangga. Bagaimana mungkin ia bisa mengkhianati kebaikan
mereka yang bahkan sudah ia anggap seperti orang tuanya sendiri?. sebenarnya ini tak akan
begitu membuatnya merasa bersalah jika saja Rangga bukanlah saudara sepupunya. Tapi walaupun
begitu, Reyna tak pernah bisa menghapus
semua mimpi-mimpinya. Mimpi yang selalu membuatnya
berharap untuk menjadi pedamping hidup Rangga dimasa depan kelak.
Sampai pada saatnya semua mimpi itu harus ia kubur sedalam mungkin,
setelah sebuah kabar menghancurkan hampir setengah hidupnya beberapa hari yang
lalu..
***
“ jadi kemana saja kau selama ini ?” tanya Rangga di tengah-tengah
makan siang mereka. Reyna mendongakan kepala untuk melihat Rangga lalu
tersenyum.
“ apa kau merindukanku ?”
Rangga terlihat mendengus, tapi tak dapat menyembunyikan wajahnya
yang tengah menahan senyum. Benar, ia memang merindukan gadis itu. hampir satu
bulan ini ia tak pernah menemui Reyna di karenakan ia terlalu sibuk menguruskan
sesuatu hal.
“ apa kau berharap aku mengatakan ‘iya’ ?”
“ apa kau keberatan ?”
“ baiklah, aku merindukanmu.” Berhenti sejenak, lalu melanjutkan “
Jadi kemana saja kau selama ini ? aku mencoba menghubungi ponselmu tapi kau tak
pernah menjawabnya sekalipun “
“ seharusnya aku yang bertanya seperti itu” Reyna berucap tanpa
memandang Rangga sedikitpun. Makanan di atas piringnya menjadi lebih menarik
saat ini. sementara Rangga hanya menatap Reyna dengan sabar menunggu jawaban
dari gadis itu. ia melipat tangan di atas dadanya, punggungnya ia sandarkan
pada sandaran kursi.
Reyna menghentikan sejenak aktivitasnya untuk menatap Rangga. “
lagipula akhir-akhir ini aku cukup sibuk untuk sekedar mengangkat telfon. Kau
tahu aku harus segera menyelesaikan tugas
akhirku “
“ aku tak akan mencuri waktumu sampai satu jam jika kau mengangkat
telfonku”
“ kau benar “ Reyna kembali memasukan makanan kedalam mulutnya. “ tapi
aku hampir sangat jarang menyentuh ponsel selama ini. jadi maafkan aku“
Rangga hanya mendesah pasrah mendengar jawaban gadis itu. ia tak
pernah tahu jika menyelesaikan tugas
akhir akan begitu menyita waktunya, sehingga melupakan sebuah ponsel sampai tak
menyentuhnya sama sekali.
Reyna menatap Rangga serius. “ bukankah kau ingin memberitahuku sesuatu ? jadi apa itu ?”
Rangga berkedip beberapa kali, lalu menatap Reyna. Gadis itu sudah
selesai dari aktivitasnya. “ ya aku ingin memberitahumu tentang ini “ dengan ragu, Rangga segera
mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya dan menyerahkannya kepada Reyna. Reyna
menaikan alisnya. Entah mengapa perasaannya berubah tak enak.
“ apa ini ?” tangannya segera meraih sebuah kertas berupa undangan pernikahan yang di
serahkan Rangga. Reyna segera membuka undangan itu, lalu tercengang ketika matanya membaca
sebuah nama yang begitu taka sing untuknya.
‘ RANGGA ADITYA DENGAN MELISHA PUTRI ‘
Sedikit mencerna dengan apa yang tengah di
bacanya, Reyna merasakan tangannya bergetar ketika menyadari nama sang pria
yang tertera disana. Ia segera menatap Rangga untuk mencari kepastian dari pria itu. Tak lama, Rangga
yang kini tengah menatapnya mengangguk dan entah mengapa tiba-tiba saja ia
merasa sesuatu yang tajam tengah menusuk ulu hatinya. Reyna tersenyum getir. Ia
benar-benar berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi, mimpi buruk yang tak akan
lagi hadir dalam hidupnya. Tapi tidak, Reyna sadar ini benar-benar nyata. Ia
tahu ini akan terjadi, tapi ia tak menyangka akan secepat ini. Jika saja saat
ini tak ada Rangga bersamanya, mungkin Reyna akan menangis sejadi-jadinya. Ia
tak bisa membayangkan pria yang dicintainya menikah dengan wanita lain. Rasanya
sakit sekali. ia merasakan dadanya sesak, bahkan terasa sulit untuk sekedar
bernafas. Jantungnya berdegup semakin cepat dan seluruh tubuhnya terasa semakin
melemas. Sekuat tenaga Reyna menahan diri untuk tidak menangis. Lalu ia kembali menatap Rangga.
“ kakak kau…” Reyna menggantung perkatannya, tenggorokannya terasa
tercekat sehingga membuatnya sulit untuk berucap. “ a-apakah ini alasan..kau
si-sibuk selama ini ?”
Rangga tahu apa yang Reyna rasakan, dan itu ikut membuatnya sakit.
“ ya…maaf aku tak memberitahumu sebelumnya. Aku hanya takut
mengganggu tugas akhirmu. aku tahu kau tak mungkin diam jika mengetahui aku akan menikah,
kau pasti akan ikut menyibukan diri dan aku tak ingin itu terjadi di tengah
kesibukanmu. Jadi aku…..” Rangga tak melanjutkan perkatannya ketika melihat
gadis itu memaksakan diri untuk tersenyum. Ia tahu Reyna tengah mati-matian
menahan tangis, dan itu gagal gadis itu lakukan karena selanjutnya cairan
bening itu mulai mengalir dari sudut mata gadis itu.
Rangga memejamkan matanya. Ia tahu Reyna mencintainya, dan itu membuatnya
tak mudah untuk memberitahu Reyna tentang pernikahannya. Selama ini ia mencoba merahasiakannya dari gadis itu, dengan meminta kepada seluruh keluarganya untuk tidak memberitahukan kabar ini kepada Reyna, dengan alasan ia akan mengatakannya sendiri
sebagai sebuah kejutan. Padahal Rangga tahu ini
bukanlah kejutan yang di harapkan gadis itu, karena ini hanya akan melukainya.
Tapi apa yang bisa ia lakukan pada saat itu selain merahasiakannya ? karena
dilain sisi ia tak ingin megganggu Reyna di tengah tugas akhirnya.
“ rey kau…menangis ?”
Reyna mengangkat kepalanya. undangan pernikahan masih berada di
tangannya yang tanpa sadar ia remas sampai sebagian undangan itu robek. Tentu
saja Rangga tahu, tapi ia lebih memilih untuk berpura-pura tidak mengetahuinya.
“ kakak…aku..senang “ ia berusaha berucap walaupun terasa sulit.
Wajahnya memaksakan sebuah senyuman. “ aku senang pada akhirnya ada yang mau
menikah…dengan pria menyebalkan sepertimu..” Reyna menghentikan ucapannya
sejenak dengan sebuah tawa kecil tersungging di wajahnya, lalu melanjutkan. “
jadi..mengapa kau tak mengenalkannya padaku hah ?”
Kali ini Reyna menampakan wajah marah, walaupun ia tahu ia gagal
melakukannya. Kesedihannya lebih mendominasi suasana hatinya saat ini. Rangga
hanya diam tak tahu apa yang harus ia katakana. tiba-tiba ia melihat Reyna
mengusap air matanya.
“ kakak kau tahu ? aku begitu bahagia mendengar kau akan menikah
sampai-sampai aku menangis untukmu. Memalukan sekali bukan ?”
Dan untuk sekian kalinya Rangga tahu gadis itu tengah berbohong….
***
Reyna tersentak kaget ketika sebuah taksi yang membawanya di rem
secara tiba-tiba. Fikirannya secara
otomatis langsung menyadarkan dimana dirinya berada saat ini. ia sudah cukup
lama bergulat dengan fikirannya sehingga membuatnya tak sadar dengan keadaan sekitar.
Ia segera mengalihkan tatapannya menatap keluar jendela. Terlihat jalanan yang
mulai basah karena ternyata hujan turun tanpa disadarinya. Ia mendengus. Bahkan
langitpun ikut menangis dengan kisah hidupnya yang menyedihkan.
Taxipun berhenti disebuah gedung yang telah ramai oleh para tamu undangan. Reyna menatap
sekilas ke arah gedung, ia menghela nafas panjang sebelum tangannya membuka
pintu. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua ini harus ia jalani dan ia tak
mungkin untuk lari dari kenyataan yang
kini harus ia hadapi. Ketika baru saja ia membuka
pintu, tiba-tiba saja ia melihat Bagas yang sedang berjalan ke arahnya dengan
membawa sebuah payung di tangannya. Ia menaikan alis sedikit heran.
“ ibu yang menyuruhku “ ucap pria itu tanpa ditanya dan sontak
membuat Reyna membuang muka. Memang siapa yang peduli? Menyebalkan sekali,
batinya. Dengan sedikit kesal,
Reyna memilih untuk melangkah keluar dan berdiri di samping Bagas
dibawah
payung yang tengah melindungi mereka dari derasnya hujan. Ia menoleh sekilas untuk
sekedar melihat pria itu. Reyna sadar Bagas sangat tampan, bahkan lebih tampan
dari kakaknya. Tapi sayang sikap pria itu lebih menyebalkan dari kakaknya.
Mereka mulai berjalan beriringan di tengah hujan yang mengguyur
payung mereka. Reyna sedikit gugup karena berada lebih dekat dengan Bagas. jika
di ingat-ingat ini memang kali pertama mereka berada di posisi sedekat ini.
“ cepat masuk, ibu sudah
menunggu “ Bagas langsung meninggalkannya kearah lain
tanpa menatapnya sekalipun ketika
mereka sudah sampai di halaman gedung. Reyna mendengus
kesal. Benar-benar pribadi yang dingin, pantas saja aku membencimu, fikir Reyna
dan mulai melangkah memasuki gedung.
Dan benar saja, bibi shin memang sudah
menunggunya. Ia langsung menyambut Reyna dengan memeluknya disusul dengan
beberapa pertanyaan bernada khawatir. Reyna tersenyum. Inilah yang selalu
membuatnya merasa bersalah. Ia tak dapat membayangkan apa yang akan bibi shin
rasakan jika mengetahui ia mencintai Rangga. Ia begitu dekat dengan bibi shin
seperti hubungan Reyna dengan ibunya sendiri. Terlebih selama hampir 3 tahun
ini Reyna tinggal bersama dengan keluarga Rangga dan membuat kedekatannya
dengan keluarga itu semakin terasa jelas. Tak lama setelah berbincang-bincang
dan menyapa beberapa keluarga lainnya, bibi shin meminta Reyna untuk segera
menemui Rangga. Dengan senyuman yang sedikit dipaksakan Reyna mengangguk.
Reyna menghembuskan nafasnya berat dan mulai melangkahkan kakinya dengan ragu. Ia benar-benar gugup
dan..takut. beribu-ribu pertanyaan serasa
melayang di fikirannya. Apa yang harus ia lakukan ? langkah apa yang
harus ia ambil ? sanggupkah ia berpura-pura bahagia di tengah perasaannya yang
begitu terluka ? sanggupkah ia untuk tidak menangis lagi di hadapan Rangga ?
dan sanggupkah ia mengatakan kata ‘selamat..semoga kalian bahagia’ kepada pria
yang dicintainya ?. Reyna menggelengkan kepalanya pelan. Pertanyaan-pertanyaan
itu hanya membuatnya pusing. Dan ia lebih memilih untuk mengabaikannya daripada
cairan bening itu meluncur kembali saat ini.
setelah bersusah payah
melangkahkan kakinya, Reyna mulai melihat pasangan
pengantin yang tengah sibuk menyambut para tamu. Ia menghentikan langkahnya
sejenak. Ia benar-benar merasa gugup sekarang. Sebisa mungkin ia mencoba
bernafas normal, ia menghela nafas beberapa kali untuk menenangkan degup
jantungnya yang berdetak semakin cepat.
“ apa kau gugup ?”
Reyna dengan sontak menengok ketika sebuah suara terdengar olehnya.
Di sebelah kiri yang tak jauh darinya ia melihat seorang pria tampan berjas
hitam yang tengah melipat tangan dan bersender pada sebuah tiang di bangunan
itu. dia benar-benar sempurna dan orang lain mungkin akan terjerat oleh pesona
pria itu. tapi tidak untuk Reyna jika saja pria itu bukanlah Bagas. Seperti
biasa ia selalu menampakan ekspresi dingin sedingin es yang selalu membuatnya
tak nyaman. Dan beberapa detik kemudian ia melihat Bagas yang mulai melangkah
ke arahnya.
“ apa menemui pasangan pengantin itu begitu menyulitkanmu ?”
tanyanya ketika Bagas sudah berada beberapa meter darinya. Reyna mendengus
memilih untuk tak menjawab pertanyaan pria itu. ia tahu bertemu dengan Bagas
hanya akan membuat suasana hatinya semakin buruk.
“ biar ku antar “
“ eh ?”
Reyna tersentak kaget ketika Bagas menarik tangannya untuk melangkah
maju. Walaupun terasa sedikit memaksa, tapi entah mengapa Reyna merasakan
sedikit kelembutan dari cara ia memperlakukannya. Bagas terus membawanya melangkah
maju tanpa memperdulikan Reyna yang merasa aneh dengan tingkahnya. Walaupun
selama ini Bagas begitu menjengkelkan untuknya, tapi entah mengapa hari ini Reyna
merasa pria itu begitu mengerti perasaannya. Mungkinkah Bagas tahu apa yang dia
rasakan saat ini ?
Dan Bagas segera menghentikan langkahnya ketika mereka sudah berada
tak jauh dari tempat Rangga berdiri. Reyna menatap lurus ke depan. Dapat ia
lihat Rangga yang juga menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti. Reyna
merasakan remasan lembut di pergelangan tangannya sebelum Bagas melepaskannya.
“ pergilah. Dia menunggumu “ ucapnya yang langsung pergi meninggalkan
Reyna. Kembali Reyna merasa heran. Ia ikut menatap kepergian pria itu. Reyna
tidak mengerti, mengapa punggung pria itu terlihat begitu rapuh dimatanya ?
***
“ aku mencarimu, dan ternyata kau disini “
Reyna tersenyum tipis ketika melihat Rangga yang sudah berdiri di
belakangnya. Pria itu menyodorkan segelas minuman padanya.
“ apa yang kau lakukan disini ?”
“ ada apa kau mencariku ?”
Rangga menaikan alisnya lalu tersenyum. Nada suara Reyna terdengar
sedikit sinis di telinganya.
“ hanya ingin melihatmu “
Reyna diam tak merespon. Ia merasa bingung apa yang harus ia katakan.
Setelah bersusah payah menemui pasangan pengantin tadi akhirnya Reyna berhasil
menahan dirinya untuk tidak menangis dan mengatakan ucapan selamat kepada
mereka berdua. Tapi kali ini Rangga menemuinya dan ia tak bisa menjamin untuk
bisa menahan tangis setelahnya.
“ pengantin macam apa kau ? berkeliaran di tengah-tengah jamuan tamu
..” Rangga tertawa kecil mendengar ucapan Reyna. Ia memang tak bias bertahan lebih lama untuk berdiri disana menyambut
para tamu. Sikapnya yang tak bisa diam membuatnya kesulitan jika hanya berdiam
diri. Jadi dia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar dan mencari Reyna.
Rangga mengacak-ngacak rambut gadis itu lembut, membuat Reyna
menghangat seketika. “ hanya sebentar “ lanjutnya lalu membalikan tubuhnya
untuk bersender pada pagar balkon gedung itu.
Beberapa detik setelahnya keheningan melanda mereka. Mereka tak
kunjung mengeluarkan suara seakan sibik dengan fikirannya masing-masing. Rangga
sendiri merasa bingung apa yang harus ia katakan. Yang pasti ia merasa sangat
sakit ketika melihat Reyna bersusah payah menampakan sosoknya yang bahagia. Ia
tahu jauh didalam libuk gadis itu, perasaannya sangat terluka. Tapi apa yang
harus ia lakukan ? ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini adalah keputusannya
yang terbaik.
“ dia sangat cantik dan baik. Kau beruntung bertemu dengannya “
akhirnya Reyna membuka suara membuat Rangga menatapnya lalu kembali menunduk. Keheningan masih terasa diantgara mereka. Rangga sendiri merasa bingung apa
yang harus ia katakan.
“ maafkan aku.. “ akhirnya
Rangga ikut membuka suara. Ia tahu Reyna saat ini tengah
menatapnya heran.
“ maaf ? untuk apa ?”
“ rey kau tahu..kita tak mungkin bersama “ Reyna sontak membelalakan
matanya. menatap tak percaya dan sedikit terkejut dengan ucapan pria itu. jadi
selama ini dia tahu tentang perasannya ? mengapa pria itu hanya diam saja ? dan
tanpa sadar kenyataan itu begitu mengancurkan hatinya. kali ini Reyna menunduk.
tak perlu lagi pria itu katakana, Reyna tahu mereka tak
mungkin bisa lebih dari ini. tapi apa yang harus ia lakukan ? bahkan untuk
berhenti mencintai Rangga sangat sulit ia lakukan.
“ aku tahu..” ucapnya hampir tak terdengar. Baiklah, pada
kenyataannya ketakutannya memang terbukti. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak
menangis kali ini. Reyna mengusap air matanya segera dengan punggung lengannya,
lalu menatap Rangga.
“ aku tahu aku tak seharusnya seperti ini. aku benar-benar bodoh.
Aku sudah beberapa kali mencoba untuk melupakanmu, tapi aku selalu gagal
melakukannya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, bahkan sampai saat
ini…” Reyna menghentikan ucapannya mencoba menenangkan dirinya yang mulai
terisak. Ia kembali mengusap air matanya yang jatuh. “ aku tidak tahu apa yang
harus aku lakukan “ lanjutnya lirih, terdengar begitu menyedihkan.
Rangga mengalihkan tatapannya untuk tidak melihat Reyna. Ia
benar-benar tak tahan melihat gadis itu menangis di hadapannya. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak memeluk gadis itu. Rangga
tahu, Reyna membutuhkan ketenangan saat ini. tapi memeluknya disaat seperti ini
bukanlah keputusan yang baik. Karena itu hanya akan membuat gadis itu semakin
sulit melepaskannya. Bahkan untuk dirinya sendiri.
Rangga meremas tangan gadis itu, mungkin hanya itu yang bisa ia
lakukan. “ kumohon. Mulai saat ini…kau harus benar-benar melupakanku “ sebuah
kalimat yang sangat benci ia katakana. tapi Rangga harus melakukan itu. ia
harus segera mengakhiri semua ini walaupun harus menyakitinya. “aku tahu kau
mencintaiku. Tapi selama ini aku tak bisa merasakan hal yang sama sepertimu.
Aku sudah menganggap mu seperti adiku sendiri. jadi kumohon lupakan aku. Hatimu
terlalu berharga untuk mencintai pria sepertiku. Carilah pria yang lebih baik
dariku, yang lebih bisa membuatmu bahagia. “
Reyna tercengang. Ia tahu Rangga tak mungkin mencintainya. Tapi
mendengar pria itu mengatakannya secara langsung benar-benar begitu
menyakitkannya. Reyna tersenyum
samar. Ia menahan diri untuk tidak terisak walau pada akhirnya ia sulit
melakukannya. Sebisa mungkin ia mencoba menahan tubuhnya sendiri ketika
perasaan menyakitkan mulai melemaskan seluruh tubuhnya. Reyna segera membalikan
tubuhnya untuk tidak membiarkan tamu undangan lain melihatnya yang tengah
menangis dan kemudian kembali terisak.
Rangga semakin merasa bersalah. Ia mencoba untuk mengusap ujung
kepala gadis itu, tapi Reyna segera menepisnya. Bukan hanya Reyna yang merasa
begitu terluka. Rangga pun merasakan hal yang sama. bagaimana tidak, ia merasa
membohongi dirinya sendiri dengan perkatannya barusan. jika saja mereka tidak
memiliki hubungan saudara, mungkin Rangga akan memilih Reyna untuk menjadi
pendamping hidupnya. Benar, Rangga mencintai Reyna. Sangat mencintainya. Tapi
ia tak mau melukai hati kedua orang tuanya dan orang tua Reyna. Mereka akan
sangat begitu kecewa jika mengetahui ia dan Reyna saling mencintai. Jadi ia lebih
memilih jalan seperti ini untuk mengakhiri semuanya. Walaupun ia tak begitu
yakin dapat melupakan Reyna seperti yang ia pinta kepada gadis itu.
Ia menghela nafas pelan sebelum menatap Reyna. “ aku yakin kau bisa
melakukannya. Kau akan menemukan pria yang lebih baik dariku…” sedikit ragu, Rangga mulai
melangkah pergi meninggalkan Reyna yang masih terisak. Ia tak bisa lebih lama
berada disana karena itu hanya akan membuatnya semakin sulit melepaskan gadis
itu. Rangga menyentuh dadanya. Ia merasakan sesuatu benar-benar hilang dari
hidupnya. Mulai saat ini ia akan hidup tanpa gadis itu, dan itu berarti ia akan
kehilangan dirinya yang sebenarnya. Ia akan hidup dalam kepura-puraan dan entah
sampai kapan hal itu akan bertahan. Ah mengapa ini begitu menyakitkan ? jika
saja bisa, Rangga benar-benar ingin menangis saat itu juga....
***
Hari mulai gelap dan langit telah berhenti menumpahkan hujannya. Reyna
menengadah menatap langit, berharap akan melihat bintang untuk menghibur
dirinya walaupun itu mustahil ia temukan. Ia menghela nafas pelan. Acara
pernikahannya masih belum berakhir tapi Reyna memilih untuk menarik diri
daripada ikut terlibat dengan keramaian didalamnya. Setelah kejadian itu, pada akhirnya Reyna tak bisa menahan
diri untuk menyembunyikan tangisnya diantara para tamu undangan. Reyna telah
menjadi pusat perhatian untuk beberapa saat sebelum akhirnya seseorang
membawanya dari situasi yang membuatnya sulit untuk sekedar melangkah. Bagas. Pria
itu telah menyelamatkannya. Ia tak pernah tahu apa yang akan terjadi jika Bagas
tak datang membawanya. Mungkin paman dan bibinya akan datang tanpa diduga
dengan melontarkan beberapa pertanyaan yang mungkin akan sangat menyulitkannya.
‘aku tahu kau mencintaiku.
Tapi selama ini aku tak bisa merasakan hal yang sama sepertimu. Aku sudah
menganggap mu seperti adiku sendiri ‘
Tiba-tiba ucapan Rangga kembali teringat di
fikirannya. Reyna menyentuh dadanya yang sakit. Ribuan
jarum yang tajam seolah-olah menghantam jantungnya saat ini. rasanya begitu
sakit. Benar-benar sakit. Jika saja Reyna bisa memilih, ia akan lebih memilih
untuk mati daripada harus hidup dengan rasa sakit yang teramat sangat. Ia tak
yakin sampai kapan ia akan bertahan dengan rasa sakit yang begitu menghujam
hatinya saat ini.
“ minumlah “ Reyna sedikit terkejut ketika melihat
sebuah kaleng minuman yang disodorkan padanya. Kepalanya mendongak dan
mendapati Bagas yang tengah berdiri dengan sebuah kaleng minuman yang sama. Sedikit
heran ia segera meraihnya.
Bagas duduk di sampingnya dan membuat Reyna
sedikit tidak nyaman mengingat Bagas tak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Ia
menatap Bagas sekilas. Keheningan melanda mereka.
“ terimakasih...” berhenti sejenak sebelum
melanjutkan “ aku tidak tahu mengapa kau melakukan hal ini mengingat kita tak
pernah akur sebelumnya. Tapi aku benar-benar berterimakasih padamu karena kau
telah menyelamatkanku dari kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Aku tak
bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika paman dan bibi tahu aku menangis
disana..jadi terimakasih “ Reyna menatap Bagas, ia menyunggingkan senyuman yang
mungkin baru kali ini ia lakukan kepada pria itu. Bagas menatapnya dengan
ekspresi andalannya.
“ aku tidak merasa membantu ataupun
menyelamatkanmu. Aku hanya melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan “ ucapnya,
membuat Reyna menatap tak percaya. Bahkan setelah ia tersenyum tulus kepada
pria itu, sikap dinginnya seakan tak mau hilang dari sosoknya. Reyna mendengus.
Seharusnya ia tahu, mengharapkan Bagas sedikit berubah dari sosok dinginnya
sangat mustahil terjadi. Bagas akan selalu menjadi sosok yang menyebalkan
untuknya sampai kapanpun itu.
“ kau benar-benar orang yang sangat pintar membuat
moodku cepat berubah. Baiklah lupakan ucapan terimakasihku sebelumnya” Reyna kehilangan nafsu untuk bicara. Ia merasa
menyesal karena sebelumnya telah berfikir Bagas telah berubah dan sangat
mengerti dengan perasaannya saat ini. tapi pada kenyataannya pria itu masih
saja menyebalkan.
Setelah beberapa saat mereka terdiam tanpa
mengeluarkan sepatah katapun, akhirnya Reyna angkat bicara.
“ baiklah. Pada akhirnya rasa penasaran akan
membunuhku secara perlahan jika aku hanya diam dan tak bertanya padamu “
berhenti sejenak, dengan sedikit ragu Reyna melanjutkan “jadi....sejak kapan
kau tahu? “
Bagas menatap Reyna malas “ apa ?”
“ kau pasti tahu apa yang terjadi diantara aku dan
kakakmu. Entah mengapa jika di ingat-ingat kembali, semua yang kau lakukan
padaku selama ini seolah-olah kau mengerti dengan apa yang aku rasakan. Jadi,
sejak kapan kau menyadarinya?”
Bagas terdiam. Sejak awal dia memang tahu apa yang
terjadi diantara mereka. Tatapan Reyna terhadap Rangga sangat berbeda,
begitupun sebaliknya. Karena hal itulah ia bersikap dingin terhadap Reyna
walaupun kenyataannya ia tak ingin melakukannya. Jika harus jujur ia telah
menyukai sosok Reyna jauh sebelum Reyna menyadari perasaannya terhadap Rangga. Tapi
apa yang dapat ia lakukan ? karena setelahnya Reyna tak pernah melihatnya
sedikitpun.
Bagas menatap Reyna. “ aku tak memiliki keharusan
untuk menjawab pertanyaanmu “
Reyna kembali membuang muka dan menghembuskan
nafas lebih keras dari biasanya. Ia kemudian berdiri berniat untuk meninggalkan
pria itu. Reyna tak ingin memperburuk suasana hatinya dengan tetap berada disana.
“ aku tahu ini akan menjadi sia-sia. sampai
kapanpun aku tak akan mampu bertahan lebih lama jika berdua denganmu. pantas
saja, sampai saat ini tak ada asatupun wanita yang mau dekat denganmu karena
kau menjadi begitu menyebalkan karenanya. Aku sarankan padamu, sebaiknya kau
buang sosok menyebalkan itu dari hidupmu jika kau tak ingin menghabiskan sisa
hidupmu tanpa seorang wanita. hah, benar-benar menyebalkan. Sampai kapanpun aku
akan tetap membencimu “ Reyna membalikan tubuhnya dengan kesal dan mulai
melangkah meninggalkan Bagas. Namun sesuatu tak terduga terjadi ketika sesuatu
menahan tangannya.
“katakan padaku, apa kau begitu membenciku selama
ini ?”
Reyna menatap Bagas dengan tatapan heran, dan
kemudian menatap tangan pria itu yang masih menahan tangannya. Ia mencoba
melepaskan tangan pria itu, namun Bagas tak juga melepaskannya. Reyna sedikit
kesal sekaligus heran. Saat ini Bagas tengah menatapnya dengan tatapan aneh. Entah
mengapa, Reyna melihat perasaan terluka dari mata pria itu.
“apa kau begitu bodoh ? kau tahu jawabanku tanpa
harus bertanya. Sekarang lepaskan tanganku” Bagas tak juga menuruti permintaannya.
Ia masih saja menatapnya dengan tatapan yang semakin membuatnya merasa tak
nyaman.” Apa yang kau lakukan? Kubilang lepaskan tangan...”
Reyna tak percaya dengan apa yang dilakukan pria
itu selanjutnya. Ia merasakan jantungnya berdegup semakin kencang ketika Bagas
menciumnya tanpa permisi. Ini pertama kalinya. Dan Reyna tak pernah
membayangkan Bagas akan mencuri ciuman pertamanya. Ia tahu ini tak boleh
terjadi. Tapi ia tak mengerti karena pada kenyataannya ia tak bisa melepaskan
diri dari pria itu, sampai pada akhirnya pria itu menghentikan ciumannya dan
menatap Reyna dengan serius.
“apa yang kau lakukan....” ucap Reyna masih dengan
tatapan tak percaya. Ia mencoba mengumpulkan fikiran sehatnya setelah kejadian
tersebut.
“sesuatu yang ingin aku lakukan dibalik sikap
menyebalkanku padamu selama ini” Bagas menimpali dan segera menangkap tubuh Reyna
ketika gadis itu mulai kehilangan kesadaran pada kakinya. Bagas segera
membawanya duduk dan sedikit mendengus.
“kau....” Reyna menatap Bagas dengan perasaan
bingung. “ mengapa?”
Bagas menunduk beberapa saat kemudian menatap Reyna.
Ia tahu Reyna masih belum sadar sepenuhnya setelah kejadian tadi. Ia tak
bermaksud mengejutkan gadis itu, namun ia tak memiliki pilihan lain karena ia
tak menginginkan gadis itu pergi dari hidupnya. Bagas tersenyum tipis.
“ apa kau terlalu bodoh untuk menyadarinya? Apakah
perasaanmu terhadap kakaku begitu membutakanmu sehingga kau tak melihat
keberadaanku sedikitpun?” Reyna tidak mengerti dengan apa yang dikatakan pria
itu. Ia menggigit bibir bawahnya dan dengan ragu mencoba mencari jawaban
ditengah perasaan bingung yang melandanya.
“ itu..aku...”
“aku mencintaimu”
“apa?” untuk kesekian kalinya Reyna merasa
terkejut oleh pria itu. Ia mengerjap beberapa kali berharap apa yang
didengarnya hanyalah sebuah lelucon atau indera pendengarannya tidak berfungsi
dengan baik secara tiba-tiba sehingga kemungkinan ia salah dalam mendengar. Ia mencoba
mencari kepastian dengan menatap mata pria itu. Namun tatapan pria itu
membuatnya semakin tidak nyaman.
“ heey apa kau mencoba mempermainkanku? Aku tidak
mungkin akan tertipu oleh pria menyebalkan sepertimu. Kau mencintaiku? Hahaha
leluconmu tak lucu sama sekali” Reyna tertawa walaupun kenyataannya ia tak
bernafsu sama sekali. Ia mencoba bersikap biasa walaupun sebenarnya ia mulai
merasa gugup sekarang. “lagipula jika kau memang mencintaiku, aku ragu akan
merasakan hal yang sama sepertimu. Jadi hentikan leluconmu”
“ini bukan lelucon”
“eh?”
Bagas kembali menatap Reyna serius mencoba
megutarakan seluruh perasaannya terhadap gadis didepannya saat ini. ia tak
peduli jika saja Reyna memang benar-benar tak merasakan apapun padanya selain
rasa benci. Ia hanya menginginkan gadis itu tahu perasannya dan mulai
melihatnya sebagai seorang pria bukan seseorang yang menyebalkan seperti biasanya
mulai dari saat ini. Bagas sudah memikirkan hal terburuk yang akan terjadi. Bahkan
ia tak peduli jika saja kedua orang tua mereka mungkin akan murka kepadanya. Karena
yang pasti ia sangat mencintai Reyna dan tak ingin gadis itu pergi dari
hidupnya.
“apa kau yakin tak merasakan sesuatu yang lain
selain membenciku selama ini?”
“ah? I..itu...” Reyna menggantung ucapannya
bingung dengan perasaannya sendiri. Sebenarnya selama ini ia memang tak begitu yakin
benar-benar membenci pria itu. Jauh didalam lubuk hatinya ia merasakan sesuatu
yang tak biasa walaupun pria itu begitu menjengkelkan untuknya. Bagas memang
sosok yang begitu dingin terhadapnya namun entah mengapa Reyna merasakan ada
sesuatu yang lain dari pria itu. Tatapan dingin yang ditujukan pria itu
terhadapnya seolah-olah menyimpan sejuta ungkapan yang tak dapat ia mengerti
selama ini.
“aku...tidak..”
“tak apa. Aku akan menunggu” dengan reflek Reyna
langsung menatap Bagas yang kini tengah tersenyum kepadanya. Reyna merasakan
hatinya menghangat tiba-tiba. Ini adalah kali pertama pria itu tersenyum padanya.
“aku mengerti jika kau sama sekali tak merasakan apa-apa padaku, karena aku tak
pernah melakukan apapun padamu selama ini kecuali membuatmu semakin membenciku.
Tapi mulai saat ini cobalah melihatku sebagai seorang pria yang akan selalu kau
cintai. Aku akan menunggu sampai saat itu tiba dan tak akan pernah bertindak
bodoh dengan melepaskanmu seperti apa yang kakaku lakukan padamu. Jadi bisakah
kau melakukan itu untukku mulai saat ini?”
Reyna menatap Bagas dengan mata yang mulai
berkaca-kaca. Kini ia sadar bahwa sesungguhnya jauh dilubuk hatinya ia juga
mencintai pria itu. perasaan benci yang dirasakannya selama ini menjadi sekat
tipis yang membuatnya sulit mengakui perasaannya terhadap pria itu. Reyna menatap
Bagas tersenyum kemudian disusul dengan ekspresi cemberut.
“bodoh. Mengapa kau lakukan hal ini padaku? Kau
benar-benar membuatku kesulitan dengan perasaanku sendiri...”
Dan tanpa mereka tahu, jauh di seberang sana sepasang mata tengah
memperhatikan mereka. Perasaannya semakin terluka ketika melihat seorang pria dan wanita yang dicintainya berada di
hadapannya. Ia tersenyum samar dengan air mata yang jatuh
diantara kedua matanya.
“ kau benar aku memang bodoh. Bodoh karena telah melepaskan wanita
yang kucintai….”
Semenit waktu
( Ada band )
Di pelukanku terakhir kali, ku katakana cinta..
Putih dan suci yang kau persembahkan seperti janji manis..
Bila malam menjelang,
Ingin ku hitung lagi segenap jumlah bintang yang bersinar di
wajahmu..
Akhirnya semua telah berakhir bagai mimpi buruk,
Menerjang ruang batin hidupku,
Tak berperasaan..
Ku diam tertegun menatap pilu dirimu,
Kau begitu indah..
Dunia serasa mati hilang semangat hidup,
Aku rindu padamu, aku teramat sayang..
Jika ini takdirku bolehkah ku berharap,
Semenit waktu ingin ku balas kata cinta….
Harusnya ku berlari mengejar kepegianmu..
Takan terulang kisah dua anak manusia….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar