Saat itu kelasku
kedatangan murid baru. Namanya Mebuchi Kou. Seorang pria yang telah berhasil
membuat keributan didalam kelas karena kehisterisan para wanita. Aku tak
mengerti mengapa mereka bereaksi berlebihan hanya karena melihat pria itu
tersenyum saat memperkenalkan diri. Bagiku dia biasa-biasa saja. Walaupun..
baiklah aku akui, dia cukup tampan untuk menjadi seorang idola. Setidaknya di
kelasku. Kelas yang benar-benar membosankan tanpa seorang pria kerenpun didalam
sini. Yeah, walaupun menurutku ia tak begitu menarik, tapi dia cukup manis jika
dibandingkan dengan yang lain. Dan aku tak keberatan jika ia mulai menjadi
sumber keributan dari para wanita di dalam kelas.
Setelah selesai
memperkenalkan diri, ia duduk di salah satu bangku kosong yang berada tak jauh
dariku. Tentu saja aku dapat dengan leluasa melihatnya karena ia berada
didepanku. Tak berapa lama para wanita mulai mencandainya dan ia hanya
tersenyum untuk merespon mereka. Ku fikir ia masih sedikit canggung. Namun aku
yakin itu tak akan bertahan lama karena selanjutnya kulihat ia mulai terbiasa
memasuki dunia barunya. Dengan bertopang dagu dan mengetuk-ngetukan pena ke
atas bangku, aku menghembuskan nafas. Aku mencoba melihatnya lebih jelas,
mencoba mencari alasan yang lebih tepat mengapa ia begitu mudah menjadi idola
para wanita dalam sekejap. Yah setelah ku teliti, dia memiliki wajah yang
babyface. Mungkin hal inilah yang membuatnya terlihat lebih manis saat
tersenyum. Namun anehnya, kenyataan itu tak membuatku semakin tertarik. Apa
menariknya seorang pria yang terlihat imut? Bagiku mereka justru terkesan
kekanak-kanakan!
Walaupun aku berpendapat
seperti itu, namun aku tak membencinya sama sekali, sungguh. Kami berteman
cukup baik di hari-hari selanjutnya walaupun tak seberapa dekat. Walaupun ia
terkesan masih mengisolasi diri namun sebenarnya ia adalah sosok yang ramah dan
mudah bergaul bersama siapa saja. Sampai pada suatu hari, tanpa diduga aku
mendapatkan sebuah tugas yang mengharuskanku menghabiskan waktu cukup lama
dengannya. Kami memilih sebuah kedai makanan untuk mendiskusikan sesuatu.
“ano..Mebuchi-kun ku
fikir lebih baik kita memilih yang ini saja. Bukankah yang ini lebih mudah
untuk dikerjakan?” aku menunjuk sebuah kertas yang berisikan tema-tema dari
tugas yang diberikan futaba-sensei siang tadi. Kulihat Mebuchi tampak berfikir.
Mungkin ia memiliki pendapat lain.
“ya, jika kau sudah
memilih, kita langsung tentukan saja”
“heeeee?” aku sedikit
terkejut dengan jawabannya. “Kau tak menarik sama sekali. Kufikir kau akan
menolak pilihanku”
Ia menarik alisnya
terangkat. “haruskah? Baiklah aku akan menolak” Mebuchi menarik kertas yang
sedari tadi berada di atas meja. “dengar, Naruko-san. Sebenarnya apa yang ada
di kepalamu sehingga kau hanya memilih tugas yang lebih mudah untuk dikerjakan?
Kau seharusnya membiasakan diri dengan sesuatu yang sulit. Tidak. Aku menolak.
Sebaiknya kita pilih yang ini. Bagaimana? Kau setuju?” dengan tersenyum Mebuchi
menunjuk salah satu tema yang ada pada kertas, sementara aku hanya memandangnya
tak percaya. Baiklah, kini aku tahu Mebuchi adalah sosok manusia yang tak terduga.
“Ne, jika saja aku tak
mengenalmu dengan baik, aku akan mematahkan tulang lehermu saat ini juga” aku
sedikit mengancamnya dengan berpura-pura akan melemparkan sesuatu padanya. “tidak,
aku menolak. Aku tetap pada pilihanku yang pertama”
Kulihat Mebuchi tertawa. “nah, sekarang siapa
yang tak menarik disini?”
Aku hanya mengangkat bahu
tak berniat menjawab ucapannya, sementara Mebuchi masih tertawa mengejekku.
Namun tiba-tiba perhatianku teralihkan ke luar jendela karena tanpa kami duga
hujan turun secara mendadak.
“aiissh, mengapa hujan
turun di saat seperti ini?” aku bergumam cukup keras, merasa kesal karena hujan
harus menahan kami lebih lama disana. Aku mulai merasa canggung dengan
keberadaannya. Mebuchi memang sosok yang pandai bergaul, hanya dengan beberapa
hari ia mampu beradaptasi dengan baik dilingkungan barunya. Tapi..aku jelas
sangat berbeda.
“kenapa? Kau ada janji?”
Aku menggeleng dengan
cepat.
“baiklah. Tak ada pilihan
lain selain menunggu”
Dan aku tak dapat berkata
apa-apa selain menurut. Kulihat hujan turun semakin deras, dan dapat aku
pastikan hujan akan reda dalam waktu yang cukup lama. Aku mulai menopang daguku di atas meja karena jenuh.
Kufikir tak ada yang dapat aku lakukan selain melamun. Sedikit penasaran aku
melirik ke arah Mebuchi, dan ku lihat ia tampaknya tak bermasalah sama sekali.
Ia tengah asyik memainkan ponselnya, menelantarkanku yang tengah dilanda
kejenuhan.
“ne Mebuchi-kun,
sebenarnya apa yang membuatmu pindah kesini?” aku mulai mengajukan pertanyaan
padanya, berharap hujan akan segera reda tanpa kami sadari. Mebuchi mengalihkan
perhatiannya padaku dan tersenyum. Aku meringis. Pria ini benar-benar memiliki
senyuman yang imut. Dan sialnya ia semakin terlihat seperti anak kecil.
“apa ya? Kufikir tujuanku
sejak awal memang disini. Tapi sayangnya ayahku berbeda. Dan aku harus menuruti
permintaannya terlebih dahulu sebelum aku akhirnya berakhir disini”
“heeee?” aku kembali
terkejut dengan jawabannya. “apakah kau dikeluarkan dari sekolah lamamu?”
Mebuchi tertawa ringan
dengan tuduhanku. Aku hanya mengerutkan kening tak mengerti. “kufikir sekolah
lamaku tak perlu repot-repot mengeluarkanku dari sana, karena tanpa diduga
ayahku segera mengurusi surat kepindahan di akhir tahun ajaran” Mebuchi tertawa
sejenak sebelum menatapku. “mungkin ia mulai merasa gerah karena aku sering
membolos”
Aku mengangkat alis
mengejek. Memangnya apa yang lucu dari kebiasaannya membolos?. “wajahmu sangat
menipu, benar-benar berkebalikan dengan kepribadianmu”
Mebuchi memiringkan
kepalanya. “memangnya apa yang salah dengan wajahku?”
“eh?” aku sedikit
terkejut dengan pertanyaannya, namun aku memutuskan untuk menjawab jujur.
“itu..karena wajahmu terlihat begitu polos, mungkin karena kau memiliki wajah
yang tampak lebih muda dari usiamu”
“benarkah?” ia terlihat
pura-pura terkejut namun kemudian ia tertawa angkuh. “kau tahu, bukan hanya kau
saja yang pernah mengatakan hal itu padaku. kufikir aku memang dilahirkan untuk
terlihat muda selamanya”
Heeee? Memangnya apa yang
keren dari wajah babyface-nya itu?. Aku sangat ingin menyuarakan pendapatku ini
padanya, namun tentu saja harus ku tahan. Aku hanya menanggapinya dengan memasang
ekspresi mengejek tak berniat mengatakan apapun padanya. benar saja, Mebuchi
memang sosok yang tak terduga. Mungkin dia memang sosok yang berbahaya daripada
kelihatannya.
“apa kau lapar?”
Aku mengangkat kepala
untuk menatapnya, dan menggeleng cepat untuk menjawab pertanyaannya.
“padahal aku berniat
untuk mentraktirmu hari ini”
“benarkah?. Sayang
sekali. Mungkin aku akan menagih jatahku hari ini dilain kesempatan. Jadi
bersiaplah, Mebuchi-kun”
“hahaha. Kufikir
kesempatan tak akan datang dua kali, Naruko-san”
“dan ku fikir kau tak
akan pernah tahu apa yang terjadi jika aku memaksa”
“uh..sepertinya aku
sedang berhadapan dengan seorang gadis yang suka memaksa”
“binggo. Kau tak pernah
salah dengan ucapanmu” Mebuchi mulai tertawa yang kemudian disusul olehku. Aku
mulai terbiasa dengan suasana canggung yang sebelumnya aku rasakan. Seperti
yang ku duga, Mebuchi memang sosok yang pandai bergaul walaupun pada awalnya
aku merasa kesulitan untuk memulai. Selain itu Mebuchi memang sosok yang ramah
dan penuh perhatian pada siapa saja. Ia bersikap sama pada siapa saja, dan
mungkin inilah yang membuatnya mudah di terima oleh yang lain. Aku bertaruh,
sebagian wanita yang belum mengetahui sosoknya yang sebenarnya, mungkin akan
salah paham dengan perhatian yang pria ini berikan.
Ketika kami mulai
berhenti tertawa aku segera mengalihkan perhatianku keluar jendela. Kulihat
hujan sudah mulai reda dan aku hampir saja bersorak karenanya. Mebuchi
mengantarku pulang dengan alasan sudah cukup sore jika aku pulang seorang diri.
Dan semenjak kejadian di
hari itu, entah bagaimana ceritanya kami mulai digosipkan oleh yang lain. Aku
sedikit terkejut dengan apa yang teman-temanku lakukan. Yeah walaupun
sebenarnya aku tak terganggu sama sekali, tapi tetap saja sikap Mebuchi
membuatku sedikit terganggu. Ia seolah menjaga jarak dariku dan aku kembali
merasa canggung jika berhadapan dengannya. Namun anehnya itu tak bertahan lama.
Karena tanpa diduga ia kembali bersikap biasa, dan lebih herannya lagi ia
seolah merespon apa yang selalu teman-temanku ucapkan. Aku hanya dapat
menggelengkan kepalaku ketika Mebuchi mulai bertingkah konyol. Ia selalu
menggandeng tanganku didepan yang lain yang sontak mengundang teriakan dari
mereka. Anehnya aku tak merasakan apapun ketika Mebuchi melakukan hal itu.
Mungkin karena aku memang tak pernah tertarik padanya.
“aku tak mengerti dengan
apa yang mereka fikirkan. Bagaimana mungkin mereka menyebarkan gosip aneh hanya
karena melihat kau mengantarku pulang” aku menyuarakan apa yang aku fikirkan
ketika tanpa sengaja aku dan Mebuchi bertemu di atap sekolah. Aku memang
berniat bolos hari ini karena rasa jenuh, dan tanpa diduga aku melihat Mebuchi
disana dengan alasan yang sama.
“mengapa? Apa kau
terganggu?”
Aku diam sejenak mencoba
berfikir. Kurasa aku merasa biasa-biasa saja. “kurasa tidak. Lagipula mengapa
aku harus terganggu?. Aku hanya digosipkan denganmu, seorang pria yang tak
menarik perhatianku sedikitpun” aku berkata setengah mengejek Mebuchi dan
begitu sadar dengan apa yang aku katakan. Kulihat ia sedikit terkejut. Mungkin
keberatan dengan apa yang baru saja didengarnya.
“naniiiii? Kau tak
tertarik padaku?”
Aku hanya menganguk untuk
meyakinkannya, kemudian tertawa ringan.
“mengapa?”
Seperti biasa, aku
terdiam sejenak untuk menampakkan ekspresi berfikir. “entahlah. Kufikir kau
adalah tipe orang yang paling aku hindari untuk aku cintai. Kau tahu kenapa? Karena
keramahanmu pada siapa saja akan mudah membuatku cemburu. Aku memang tak
terlalu suka pada pria yang mudah tersenyum pada wanita lain”
“jadi kau membenciku, Naruko-san?”
“eh? Tidak-tidak. Tentu saja
tidak. Mengapa aku harus membencimu?”
“lalu apa yang salah
dengan pria yang selalu tersenyum pada siapa saja? Bukankah itu artinya kau
hanya akan menghalangi gerak-gerik seseorang yang akan menjadi pacarmu nanti?”
“hei, apakah aku
mengatakan salah? Itu hanya pendapatku saja. Mungkin kau tak pernah tahu
bagaimana efek sebuah senyuman dari seseorang yang menarik perhatianmu. Apa kau
fikir aku akan merasa biasa-biasa saja ketika melihat pacarku tersenyum dengan
senyuman yang sama pada wanita lain? Tentu saja tidak!”
Mebuchi menaapku dengan
alis terangkat. “aneh”
“apa kau fikir kau tidak
begitu? kau juga aneh, Mebuchi-kun”
“apanya yang aneh? Jelas kau
yang lebih aneh”
“wajahmu. Kau bermasalah dengan wajahmu”
“nah sekarang apa lagi? Mengapa
kau mengalihkan pembicaraan pada wajahku?”
Aku tertawa merasa tak kuat
untuk melanjutkan perdebatan. Aku sendiri merasa terkejut dengan apa yang aku
katakan. Wajahnya? Memangnya apa yang salah? Apakah itu menjadi masalah untukku
karena ia memiliki wajah yang terkesan polos? Kurasa tidak.
Mebuchi menjentikan
jarinya pada keningku dan aku sedikit menahan tawa karenanya. “berhenti tertawa
dan ayo kembali. Kurasa jam pelajaran selanjutnya akan segera dimulai”
Kedekatanku dengan Mebuchi
semakin terasa lebih dekat dari sebelumnya. Bahkan sekarang ia mulai bersikap
akrab padaku dengan memanggil namaku secara langsung. Kami adalah sepasang
kawan yang tak pernah berhenti berdebat, bahkan hanya untuk sesuatu yang tak
penting sekalipun. Dan hal inilah yang semakin mengundang rasa penasaran dari
yang lain, terlebih karena kami selalu digosipkan oleh mereka sebelumnya. Aku tak
menanggapi mereka dengan serius, dan kufikir Mebuchi juga melakukan hal yang
sama. Namun jujur saja. Ingatan untuk menyukai Mebuchi pernah terlintas dalam
ingatanku. Kufikir tak ada yang salah jika aku mencoba menyukainya. Namun anehnya
aku tak pernah berhasil melakukannya. Kurasa, menyukai Mebuchi adalah sesuatu hal
yang sulit untukku.
“hei Naruko, apakah kau
tak menyukai Mebuchi-kun sedikit saja? Kufikir kalian sangat dekat” Naomi
Ishida salah satu teman sekelasku bertanya di saat jam istirahat sekolah. Walaupun
aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya namun aku mencoba untuk bersikap
tenang. Aku menyempatkan diri untuk melihat ke arah Mebuchi yang tengah
mengobrol dengan anak-anak yang lain. Aku langsung menggeleng untuk menjawab
pertanyaannya.
“aku sudah mencoba untuk
menyukainya. Namun kufikir aku memang tak bisa melakukannya”
“heeee? Mengapa? Padahal kalian
terlihat sangat cocok. Sayang sekali”
Aku tertawa ringan. “benarkah?
Aku tak pernah berfikir seperti itu” aku terdiam sejenak untuk kembali melihat Mebuchi.
Kulihat pria itu tertawa. “entahlah. Mungkin yang membuatku sulit menyukainya
karena ia terlihat seperti anak kecil. Kau tahu persis pria seperti apa yang
aku inginkan, Naomi-san. Aku membutuhkan pria yang lebih dewasa dariku.”
“heeeii, kau hanya
melihatnya dari luar. Kau tentu tak pernah tahu seperti apa dia sebenarnya”
Aku melotot ke arah Naomi,
merasa tak mengerti dengan penglihatannya selama ini. “kufikir kau dapat
melihatnya dengan jelas bagaimana Mebuchi sebenarnya, Naomi-san. Apakah ada
yang terlihat dewasa darinya walaupun sedikit saja? Kurasa kau akan mengatakan
tidak”
“hahaha. Kufikir kau benar
juga”
Waktu masih berjalan
seperti biasanya, namun sepertinya aku mulai merasakan sesuatu yang aneh pada
diriku. Aku merasa telah menelan ucapanku sendiri. Semenjak aku mengobrol
dengan Naomi Ishida pada saat jam istirahat beberapa bulan lalu, aku mulai merubah
cara pandangku pada Mebuchi. Kufikir jika memang sikap kekanan-kanakan Mebuchi
lah yang membuatku sulit menyukainya, mungkin aku harus mencoba melihatnya dari
sudut pandang yang berbeda. Dan aku tak pernah menyangka hal ini akan membuatku
jatuh cinta padanya. aku mulai merasa tak apa-apa dengan sesuatu yang dulu
menghalangiku. Aku mulai merasa wajar dengan apa yang aku rasakan.
Lebih gilanya aku bahkan
berfikir Mebuchi merasakan hal yang sama denganku. Perhatian yang diberikannya
padaku mulai menjadi sesuatu yang berarti, padahal dimasalalu aku hanya
menganggapnya sesuatu yang biasa-biasa saja. Aku mulai jatuh cinta dengan
senyuman imutnya yang ku anggap kekanak-kanakkan dulu. Dan sikapnya yang
kekanak-kanakkan pun aku anggap sebagai sesuatu yang wajar, karena aku lebih
sering tertawa dengan sikapnya yang seperti itu. Aku tak pernah menyangka hal
ini akan terjadi padaku. mengapa rasanya tuhan tengah mengujiku dengan sesuatu yang
pernah aku katakan dulu?
Aku telah memikirkan hal
ini berulang kali, namun aku tak berniat menghentikannya sampai disini. Aku tahu
sosok Mebuchi hanya akan melukaiku tapi seolah-olah aku tak bermasalah dengan
hal itu. Sikapnya padaku tak jarang membuatku nyaman setiap hari. Pada saat
itu, entah bagaimana aku merasa yakin Mebuchi hanya bersikap seperti ini
padaku. namun ternyata aku salah dengan pendapatku sendiri. Bukankah aku tahu
seperti apa sosok Mebuchi yang sebenarnya? Ia memang selalu ramah dan perhatian
pada siapa saja. Dan bukankah aku pernah bertaruh bahwa sebagian dari wanita
yang tak mengenalnya akan merasa salah paham dengan perhatian yang diberikan Mebuchi?
Tapi sekarang, mengapa aku membiarkan diriku terjebak? Sementara aku tahu
persis seperti apa sosok Mebuchi yang sebenarnya.
Lebih parahnya, aku
sangat ingat dengan apa yang paling aku hindari. Bukankah aku sangat
menghindari sosok pria seperti Mebuchi? Karena aku sadar dengan jelas, pria
sepertinya hanya akan melukaiku dengan mudah. Dan itu terjadi padaku ketika tanpa
sengaja aku melihat ia tersenyum pada seorang wanita yang menyukainya. Kufikir ia
juga merasakan hal yang sama dengannya. Dan aku harus segera mengakhiri apa
yang aku rasakan.
Hubunganku dengannya
masih berjalan baik. Kami masih selalu berdebat untuk hal yang tidak perlu
ataupun saling mengejek satu sama lain. Aku mencoba menutupi perasaanku padanya
dengan candaan-candaan yang sering aku lontarkan.
“waaaah, ini menyenangkan”
aku bersorak cukup keras ketika kulihat informasi tentang pesta kembang api Hanabi
di Nagaoka. Aku sangat tertarik untuk pergi kesana, namun kufikir aku tak bisa
melakukannya.
“heeee? Kau tertarik?”
Aku menatap Mebuchi
dengan tatapan kesal. Apa-apaan itu? Ia mulai mengejekku dengan ekspresi
terkejut yang sering aku tunjukan. Aku melupakan kenyataan bahwa disampingku
ada sesosok mahluk yang selalu ikut campur.
“tidak. Tidak sama sekali”
“benarkah? Padahal aku
berniat untuk mengajakmu kesana malam ini”
Aku menatapnya refleks. “heeee?”
aku segera menampakan ekspresi datar ketika sadar aku kembali menampakan
ekspresi terkejut yang selalu di ejek Mebuchi. Kulihat ia mulai tertawa “aku
tahu kau tak serius dengan ucapanmu”
“Gomen ne. Aku serius. Bagaimana?
Kau akan pergi?”
Aku mencoba menatapnya
mencari kepastian dari ucapannya. Kurasa ia tak main-main. “aku tak akan sampai
mengucapkan terimakasih padamu jika saja aku memungkinkan untuk pergi malam
ini. Arigatou Mebuchi-kun. Ayo, dengan senang hati aku menerima tawaranmu”
Mebuchi tertawa yang
kemudian menjentikan jarinya ke keningku. Kufikir ini mulai menjadi
kebiasaannya. “baiklah. Aku akan menjemputmu sore ini”
Aku tak tahu apa yang
harus aku rasakan hari ini. Aku tak dapat membohongi diriku bahwa aku begitu
bahagia karenanya. Namun dilain sisi aku merasa bingung dengan keputusanku. Bukankah
aku akan mencoba melupakannya? Mungkinkah hal itu dapat aku lakukan jika terus
seperti ini?
Sesuai dengan janjinya Mebuchi
menjeputku sore ini. Kami segera berangkat menggunakan kereta bawah tanah. Tak butuh
waktu lama untuk tiba di Nagaoka, tempat dimana pesta kembang api Hanabi akan
digelar. Kulihat disana sudah mulai cukup ramai dengan para pengunjung yang
juga tak sabar menantikan hal yang sama. Karena hari mulai gelap suasana disana
terasa semakin ramai dengan lampu berwarna-warni yang bersinar. Kami mencoba
mencari tempat yang pas untuk menyaksikan pesta kembang api. Setelah kami
menemukannya, aku dan Mebuchi mencoba untuk duduk menyaksikan sungai
Shinano-gawa yang terlihat indah dengan pantulan lampu yang bersinar. Aku tak
henti-hentinya merasa jatuh cinta dengan suasana seperti ini. Terlebih aku
datang bersama Mebuchi malam ini. Pria yang aku cintai dan ingin aku lupakan.
Kami mulai berbincang
tentang segala hal dan terkadang kami berdebat karenanya. Bahakan cemilan yang
telah kami beli sebelumnya dengan cepat berpindah tempat tanpa kami sadari. Aku
sangat menikmati malam ini yang mungkin akan menjadi malam terakhir yang aku
lewati bersama Mebuchi. Aku mencoba menatap Mebuchi lebih lama kali ini, dan
ketika ia melihat ke arahku aku hanya dapat tersenyum lalu kemudian mengalihkan
tatapanku darinya. Aku tahu ini menyakitkan. Dan aku harus menyiapkan hatiku
dari rasa sakit yang selanjutnya akan aku dapatkan.
Mebuchi kembali
menjentikan jarinya ke keningku yang membuatku melotot ke arahnya. Aku tak
mengerti apa yang terjadi padanya kali ini.
“hei, kau fikir jam
berapa sekarang? Kenapa kau hanya memakai kaos pendek di waktu seperti ini?”
ah, aku mulai mengerti apa yang mebuatnya melakukan itu. Aku segera menatap
tubuhku sendiri. Tanpa kuduga aku sedikit mengigil, dan Mebuchi menyadarinya.
“hei, kau sendiri mengapa
tak mengingatkanku? Kau berkomentar setelah kita berada disini”
“aish, dasar gadis aneh.
seharusnya kau lebih tahu dengan apa yang dibutuhkan tubuhmu” ia tak
mempedulikanku yang tengah menampakan ekspresi kesal. Ia mulai melepaskan jaket
yang dikenakannya. “pakai ini. Kau bisa mati kedinginan dengan baju seperti itu”
“tapi kau—“ Mebuchi tak
membiarkanku meneruskan kata-kataku. Ia segera melempar jaket sehingga menutupi
kepalaku dengan sempurna. Walaupun sedikit kesal aku menerimanya. Aku sedikit
merasa bersalah.
“ano.. Mebuchi-kun apa
kau baik-baik saja? Kufikir sebaiknya kau kembali memakai jaketmu. Sungguh ak—“
“sudah pakai saja. Mengapa
kau cerewet sekali, Naruko?” Mebuchi membenarkan jaket yang aku kenakan. Ia meraih
bagian belakang jaket untuk menutupi kepalaku sebelum kemudian ia kembali
menjentik keningku.
Aku tak dapat mengatakan
apapun dengan perhatiannya kali ini. Entah mengapa perasaanku semakin terluka. Haruskah
aku memintanya berhenti untuk bersikap perhatian padaku? itu hanya semakin
membuatku sakit ketika mengetahui ia juga melakukan hal ini kepada yang lain.
“aku rasa aku telah
membuat kesalahan” aku bersusah payah untuk mengumpulkan keberanianku, kufikir aku
akan memberitahunya malam ini. Kulihat Mebuchi mulai kembali mentapku dengan
tatapan heran, namun aku tak peduli. Aku membalas tatapannya. “kau ingat? Aku pernah
berkata bahwa kau adalah sosok yang paling aku hindari untuk aku cintai. Aku tak
menyangka akan kehilangan kendali dengan diriku saat ini. Diantara para pria
yang berada di sekelilingku, mengapa aku harus menyukaimu?” Mebuchi masih
menatapku namun dengan tatapan terkejut. Aku tahu ini akan mengejutkannya.
“Naruko...apan ya—“
“kumohon, jangan menyela
ku sampai aku selesai dengan apa yang ingin aku katakan” aku menyunggingkan
senyum tulus padanya, sebelum kembali mengalihkan tatapanku untuk menatap
sungai dihadapanku. “aku tahu kau akan terkejut dengan hal ini. Kau memang
orang tak terduga yang aku cintai. Dulu, aku merasa yakin bahwa aku tak akan
mungkin mencintaimu bagaimanapun keadaannya. Dan jujur saja, aku memang pernah
mencoba untuk menyukaimu dan akhirnya selalu gagal aku lakukan. Tapi...entah
mengapa, ketika aku mulai melihatmu dengan cara yang berbeda, aku mulai
merasakan perasaan aneh. aku mulai sulit untuk tertidur hanya karena
memikirkanmu. Perhatian yang kau berikan mulai membuatku nyaman sejak saat itu.
Dan akhirnya...aku tak dapat mengendalikan hatiku lebih dari ini. Lebih parahnya
lagi, disaat aku dengan jelas merasa terluka olehmu aku tak dapat menghentikan
semua ini. Aku masih tetap membiarkan diriku mencintaimu. Dan ku fikir aku
malah semakin mencintaimu....” aku mencoba menghentikan ucapanku sejenak untuk
menarik nafas. Jujur saja aku gugup melakukannya. Kufikir saat ini wajahku akan
berubah sangat merah karena malu.
“tapi kau tenang saja,
karena mulai saat ini aku akan mulai melupakanmu. Kau tak perlu khawatir
padaku, karena aku yakin dapat mengatasinya walaupun aku akan terluka pada
awalnya. Kau tahu bukan, aku adalah wanita yang kuat. Aku tak akan kalah hanya
karena hal seperti ini” aku mencoba memberanikan diri untuk menatap Mebuchi dan
tersenyum padanya. kulihat ia masih terkejut dengan apa yang baru saja aku
katakan. Namun detik berikutnya ia mulai tersenyum. Aku tak tahu apa maksud
dari senyumannya.
“aku tak tahu harus
menahanmu atau justru membiarkanmu melupakanku. Karena aku yakin, kau lebih
tahu mana yang terbaik untukmu. Untuk saat ini, aku hanya bisa memohon maaf padamu
jika selama ini kau begitu terluka karena mencintaiku namun aku juga
berterimakasih karenanya. Arigatou, Naruko-chan. Jika menurutmu melupakanku
dalah pilihan terbaikmu, maka lakukanlah. Aku tak berhak menahannya jika kau
hanya akan terluka karena mencintaiku” Mebuchi kembali tersenyum dan mulai
menyentuh bagian atas kepalaku. Aku mencoba menahan diriku untuk tidak
menangis, namun tanpa ku duga cairan bening itu mulai meluncur begitu saja. “aku
tahu persis kau sangat kuat. jadi.. tetaplah menjadi seorang Naruko yang aku
kenal”
Mebuchi membelai kepalaku
lembut dengan senyuman di wajahnya. Entah mengapa aku melihat matanya memerah
dan sedikit berkaca-kaca. Aku mencoba menghapus air mataku dan memeluknya. Aku merasa
enggan untuk melepaskannya, aku tak ingin ketenangan ini berakhir. Untuk malam
ini saja aku ingin seperti ini, karena selanjutnya aku akan mulai melupakannya.
Disaat yang bersamaan, kembang api yang kami tunggu mulai menampakan
keindahannya. Aku bersorak karena bahagia. Kurasakan Mebuchi mengeratkan
pelukannya padaku dan aku membalasnya tanpa berniat melepaskannya.
aku tak pernah tahu
dengan perasaan Mebuchi yang sebenarnya. Kufikir ia tak pernah menyukaiku
sedikitpun. Namun setidaknya itu lebih baik, karena aku akan mudah melupakannya
dengan begitu....