Kamis, 08 Januari 2015

Cerpen: Eternal Flames



Saat itu kelasku kedatangan murid baru. Namanya Mebuchi Kou. Seorang pria yang telah berhasil membuat keributan didalam kelas karena kehisterisan para wanita. Aku tak mengerti mengapa mereka bereaksi berlebihan hanya karena melihat pria itu tersenyum saat memperkenalkan diri. Bagiku dia biasa-biasa saja. Walaupun.. baiklah aku akui, dia cukup tampan untuk menjadi seorang idola. Setidaknya di kelasku. Kelas yang benar-benar membosankan tanpa seorang pria kerenpun didalam sini. Yeah, walaupun menurutku ia tak begitu menarik, tapi dia cukup manis jika dibandingkan dengan yang lain. Dan aku tak keberatan jika ia mulai menjadi sumber keributan dari para wanita di dalam kelas.
Setelah selesai memperkenalkan diri, ia duduk di salah satu bangku kosong yang berada tak jauh dariku. Tentu saja aku dapat dengan leluasa melihatnya karena ia berada didepanku. Tak berapa lama para wanita mulai mencandainya dan ia hanya tersenyum untuk merespon mereka. Ku fikir ia masih sedikit canggung. Namun aku yakin itu tak akan bertahan lama karena selanjutnya kulihat ia mulai terbiasa memasuki dunia barunya. Dengan bertopang dagu dan mengetuk-ngetukan pena ke atas bangku, aku menghembuskan nafas. Aku mencoba melihatnya lebih jelas, mencoba mencari alasan yang lebih tepat mengapa ia begitu mudah menjadi idola para wanita dalam sekejap. Yah setelah ku teliti, dia memiliki wajah yang babyface. Mungkin hal inilah yang membuatnya terlihat lebih manis saat tersenyum. Namun anehnya, kenyataan itu tak membuatku semakin tertarik. Apa menariknya seorang pria yang terlihat imut? Bagiku mereka justru terkesan kekanak-kanakan!
Walaupun aku berpendapat seperti itu, namun aku tak membencinya sama sekali, sungguh. Kami berteman cukup baik di hari-hari selanjutnya walaupun tak seberapa dekat. Walaupun ia terkesan masih mengisolasi diri namun sebenarnya ia adalah sosok yang ramah dan mudah bergaul bersama siapa saja. Sampai pada suatu hari, tanpa diduga aku mendapatkan sebuah tugas yang mengharuskanku menghabiskan waktu cukup lama dengannya. Kami memilih sebuah kedai makanan untuk mendiskusikan sesuatu.
“ano..Mebuchi-kun ku fikir lebih baik kita memilih yang ini saja. Bukankah yang ini lebih mudah untuk dikerjakan?” aku menunjuk sebuah kertas yang berisikan tema-tema dari tugas yang diberikan futaba-sensei siang tadi. Kulihat Mebuchi tampak berfikir. Mungkin ia memiliki pendapat lain.
“ya, jika kau sudah memilih, kita langsung tentukan saja”
“heeeee?” aku sedikit terkejut dengan jawabannya. “Kau tak menarik sama sekali. Kufikir kau akan menolak pilihanku”
Ia menarik alisnya terangkat. “haruskah? Baiklah aku akan menolak” Mebuchi menarik kertas yang sedari tadi berada di atas meja. “dengar, Naruko-san. Sebenarnya apa yang ada di kepalamu sehingga kau hanya memilih tugas yang lebih mudah untuk dikerjakan? Kau seharusnya membiasakan diri dengan sesuatu yang sulit. Tidak. Aku menolak. Sebaiknya kita pilih yang ini. Bagaimana? Kau setuju?” dengan tersenyum Mebuchi menunjuk salah satu tema yang ada pada kertas, sementara aku hanya memandangnya tak percaya. Baiklah, kini aku tahu Mebuchi adalah sosok manusia yang tak terduga.
“Ne, jika saja aku tak mengenalmu dengan baik, aku akan mematahkan tulang lehermu saat ini juga” aku sedikit mengancamnya dengan berpura-pura akan melemparkan sesuatu padanya. “tidak, aku menolak. Aku tetap pada pilihanku yang pertama”
 Kulihat Mebuchi tertawa. “nah, sekarang siapa yang tak menarik disini?”
Aku hanya mengangkat bahu tak berniat menjawab ucapannya, sementara Mebuchi masih tertawa mengejekku. Namun tiba-tiba perhatianku teralihkan ke luar jendela karena tanpa kami duga hujan turun secara mendadak.
“aiissh, mengapa hujan turun di saat seperti ini?” aku bergumam cukup keras, merasa kesal karena hujan harus menahan kami lebih lama disana. Aku mulai merasa canggung dengan keberadaannya. Mebuchi memang sosok yang pandai bergaul, hanya dengan beberapa hari ia mampu beradaptasi dengan baik dilingkungan barunya. Tapi..aku jelas sangat berbeda.
“kenapa? Kau ada janji?”
Aku menggeleng dengan cepat.
“baiklah. Tak ada pilihan lain selain menunggu”
Dan aku tak dapat berkata apa-apa selain menurut. Kulihat hujan turun semakin deras, dan dapat aku pastikan hujan akan reda dalam waktu yang cukup lama. Aku mulai  menopang daguku di atas meja karena jenuh. Kufikir tak ada yang dapat aku lakukan selain melamun. Sedikit penasaran aku melirik ke arah Mebuchi, dan ku lihat ia tampaknya tak bermasalah sama sekali. Ia tengah asyik memainkan ponselnya, menelantarkanku yang tengah dilanda kejenuhan.
“ne Mebuchi-kun, sebenarnya apa yang membuatmu pindah kesini?” aku mulai mengajukan pertanyaan padanya, berharap hujan akan segera reda tanpa kami sadari. Mebuchi mengalihkan perhatiannya padaku dan tersenyum. Aku meringis. Pria ini benar-benar memiliki senyuman yang imut. Dan sialnya ia semakin terlihat seperti  anak kecil.
“apa ya? Kufikir tujuanku sejak awal memang disini. Tapi sayangnya ayahku berbeda. Dan aku harus menuruti permintaannya terlebih dahulu sebelum aku akhirnya berakhir disini”
“heeee?” aku kembali terkejut dengan jawabannya. “apakah kau dikeluarkan dari sekolah lamamu?”
Mebuchi tertawa ringan dengan tuduhanku. Aku hanya mengerutkan kening tak mengerti. “kufikir sekolah lamaku tak perlu repot-repot mengeluarkanku dari sana, karena tanpa diduga ayahku segera mengurusi surat kepindahan di akhir tahun ajaran” Mebuchi tertawa sejenak sebelum menatapku. “mungkin ia mulai merasa gerah karena aku sering membolos”
Aku mengangkat alis mengejek. Memangnya apa yang lucu dari kebiasaannya membolos?. “wajahmu sangat menipu, benar-benar berkebalikan dengan kepribadianmu”
Mebuchi memiringkan kepalanya. “memangnya apa yang salah dengan wajahku?”
“eh?” aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya, namun aku memutuskan untuk menjawab jujur. “itu..karena wajahmu terlihat begitu polos, mungkin karena kau memiliki wajah yang tampak lebih muda dari usiamu”
“benarkah?” ia terlihat pura-pura terkejut namun kemudian ia tertawa angkuh. “kau tahu, bukan hanya kau saja yang pernah mengatakan hal itu padaku. kufikir aku memang dilahirkan untuk terlihat muda selamanya”
Heeee? Memangnya apa yang keren dari wajah babyface-nya itu?. Aku sangat ingin menyuarakan pendapatku ini padanya, namun tentu saja harus ku tahan. Aku hanya menanggapinya dengan memasang ekspresi mengejek tak berniat mengatakan apapun padanya. benar saja, Mebuchi memang sosok yang tak terduga. Mungkin dia memang sosok yang berbahaya daripada kelihatannya.
“apa kau lapar?”
Aku mengangkat kepala untuk menatapnya, dan menggeleng cepat untuk menjawab pertanyaannya.
“padahal aku berniat untuk mentraktirmu hari ini”
“benarkah?. Sayang sekali. Mungkin aku akan menagih jatahku hari ini dilain kesempatan. Jadi bersiaplah, Mebuchi-kun”
“hahaha. Kufikir kesempatan tak akan datang dua kali, Naruko-san”
“dan ku fikir kau tak akan pernah tahu apa yang terjadi jika aku memaksa”
“uh..sepertinya aku sedang berhadapan dengan seorang gadis yang suka memaksa”
“binggo. Kau tak pernah salah dengan ucapanmu” Mebuchi mulai tertawa yang kemudian disusul olehku. Aku mulai terbiasa dengan suasana canggung yang sebelumnya aku rasakan. Seperti yang ku duga, Mebuchi memang sosok yang pandai bergaul walaupun pada awalnya aku merasa kesulitan untuk memulai. Selain itu Mebuchi memang sosok yang ramah dan penuh perhatian pada siapa saja. Ia bersikap sama pada siapa saja, dan mungkin inilah yang membuatnya mudah di terima oleh yang lain. Aku bertaruh, sebagian wanita yang belum mengetahui sosoknya yang sebenarnya, mungkin akan salah paham dengan perhatian yang pria ini berikan.
Ketika kami mulai berhenti tertawa aku segera mengalihkan perhatianku keluar jendela. Kulihat hujan sudah mulai reda dan aku hampir saja bersorak karenanya. Mebuchi mengantarku pulang dengan alasan sudah cukup sore jika aku pulang seorang diri.
Dan semenjak kejadian di hari itu, entah bagaimana ceritanya kami mulai digosipkan oleh yang lain. Aku sedikit terkejut dengan apa yang teman-temanku lakukan. Yeah walaupun sebenarnya aku tak terganggu sama sekali, tapi tetap saja sikap Mebuchi membuatku sedikit terganggu. Ia seolah menjaga jarak dariku dan aku kembali merasa canggung jika berhadapan dengannya. Namun anehnya itu tak bertahan lama. Karena tanpa diduga ia kembali bersikap biasa, dan lebih herannya lagi ia seolah merespon apa yang selalu teman-temanku ucapkan. Aku hanya dapat menggelengkan kepalaku ketika Mebuchi mulai bertingkah konyol. Ia selalu menggandeng tanganku didepan yang lain yang sontak mengundang teriakan dari mereka. Anehnya aku tak merasakan apapun ketika Mebuchi melakukan hal itu. Mungkin karena aku memang tak pernah tertarik padanya.
“aku tak mengerti dengan apa yang mereka fikirkan. Bagaimana mungkin mereka menyebarkan gosip aneh hanya karena melihat kau mengantarku pulang” aku menyuarakan apa yang aku fikirkan ketika tanpa sengaja aku dan Mebuchi bertemu di atap sekolah. Aku memang berniat bolos hari ini karena rasa jenuh, dan tanpa diduga aku melihat Mebuchi disana dengan alasan yang sama.
“mengapa? Apa kau terganggu?”
Aku diam sejenak mencoba berfikir. Kurasa aku merasa biasa-biasa saja. “kurasa tidak. Lagipula mengapa aku harus terganggu?. Aku hanya digosipkan denganmu, seorang pria yang tak menarik perhatianku sedikitpun” aku berkata setengah mengejek Mebuchi dan begitu sadar dengan apa yang aku katakan. Kulihat ia sedikit terkejut. Mungkin keberatan dengan apa yang baru saja didengarnya.
“naniiiii? Kau tak tertarik padaku?”
Aku hanya menganguk untuk meyakinkannya, kemudian tertawa ringan.
“mengapa?”
Seperti biasa, aku terdiam sejenak untuk menampakkan ekspresi berfikir. “entahlah. Kufikir kau adalah tipe orang yang paling aku hindari untuk aku cintai. Kau tahu kenapa? Karena keramahanmu pada siapa saja akan mudah membuatku cemburu. Aku memang tak terlalu suka pada pria yang mudah tersenyum pada wanita lain”
“jadi kau membenciku, Naruko-san?”
“eh? Tidak-tidak. Tentu saja tidak. Mengapa aku harus membencimu?”
“lalu apa yang salah dengan pria yang selalu tersenyum pada siapa saja? Bukankah itu artinya kau hanya akan menghalangi gerak-gerik seseorang yang akan menjadi pacarmu nanti?”
“hei, apakah aku mengatakan salah? Itu hanya pendapatku saja. Mungkin kau tak pernah tahu bagaimana efek sebuah senyuman dari seseorang yang menarik perhatianmu. Apa kau fikir aku akan merasa biasa-biasa saja ketika melihat pacarku tersenyum dengan senyuman yang sama pada wanita lain? Tentu saja tidak!”
Mebuchi menaapku dengan alis terangkat. “aneh”
“apa kau fikir kau tidak begitu? kau juga aneh, Mebuchi-kun”
“apanya yang aneh? Jelas kau yang lebih aneh”
 “wajahmu. Kau bermasalah dengan wajahmu”
“nah sekarang apa lagi? Mengapa kau mengalihkan pembicaraan pada wajahku?”
Aku tertawa merasa tak kuat untuk melanjutkan perdebatan. Aku sendiri merasa terkejut dengan apa yang aku katakan. Wajahnya? Memangnya apa yang salah? Apakah itu menjadi masalah untukku karena ia memiliki wajah yang terkesan polos? Kurasa tidak.
Mebuchi menjentikan jarinya pada keningku dan aku sedikit menahan tawa karenanya. “berhenti tertawa dan ayo kembali. Kurasa jam pelajaran selanjutnya akan segera dimulai”
Kedekatanku dengan Mebuchi semakin terasa lebih dekat dari sebelumnya. Bahkan sekarang ia mulai bersikap akrab padaku dengan memanggil namaku secara langsung. Kami adalah sepasang kawan yang tak pernah berhenti berdebat, bahkan hanya untuk sesuatu yang tak penting sekalipun. Dan hal inilah yang semakin mengundang rasa penasaran dari yang lain, terlebih karena kami selalu digosipkan oleh mereka sebelumnya. Aku tak menanggapi mereka dengan serius, dan kufikir Mebuchi juga melakukan hal yang sama. Namun jujur saja. Ingatan untuk menyukai Mebuchi pernah terlintas dalam ingatanku. Kufikir tak ada yang salah jika aku mencoba menyukainya. Namun anehnya aku tak pernah berhasil melakukannya. Kurasa, menyukai Mebuchi adalah sesuatu hal yang sulit untukku.
“hei Naruko, apakah kau tak menyukai Mebuchi-kun sedikit saja? Kufikir kalian sangat dekat” Naomi Ishida salah satu teman sekelasku bertanya di saat jam istirahat sekolah. Walaupun aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya namun aku mencoba untuk bersikap tenang. Aku menyempatkan diri untuk melihat ke arah Mebuchi yang tengah mengobrol dengan anak-anak yang lain. Aku langsung menggeleng untuk menjawab pertanyaannya.
“aku sudah mencoba untuk menyukainya. Namun kufikir aku memang tak bisa melakukannya”
“heeee? Mengapa? Padahal kalian terlihat sangat cocok. Sayang sekali”
Aku tertawa ringan. “benarkah? Aku tak pernah berfikir seperti itu” aku terdiam sejenak untuk kembali melihat Mebuchi. Kulihat pria itu tertawa. “entahlah. Mungkin yang membuatku sulit menyukainya karena ia terlihat seperti anak kecil. Kau tahu persis pria seperti apa yang aku inginkan, Naomi-san. Aku membutuhkan pria yang lebih dewasa dariku.”
“heeeii, kau hanya melihatnya dari luar. Kau tentu tak pernah tahu seperti apa dia sebenarnya”
Aku melotot ke arah Naomi, merasa tak mengerti dengan penglihatannya selama ini. “kufikir kau dapat melihatnya dengan jelas bagaimana Mebuchi sebenarnya, Naomi-san. Apakah ada yang terlihat dewasa darinya walaupun sedikit saja? Kurasa kau akan mengatakan tidak”
“hahaha. Kufikir kau benar juga”
Waktu masih berjalan seperti biasanya, namun sepertinya aku mulai merasakan sesuatu yang aneh pada diriku. Aku merasa telah menelan ucapanku sendiri. Semenjak aku mengobrol dengan Naomi Ishida pada saat jam istirahat beberapa bulan lalu, aku mulai merubah cara pandangku pada Mebuchi. Kufikir jika memang sikap kekanan-kanakan Mebuchi lah yang membuatku sulit menyukainya, mungkin aku harus mencoba melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Dan aku tak pernah menyangka hal ini akan membuatku jatuh cinta padanya. aku mulai merasa tak apa-apa dengan sesuatu yang dulu menghalangiku. Aku mulai merasa wajar dengan apa yang aku rasakan.
Lebih gilanya aku bahkan berfikir Mebuchi merasakan hal yang sama denganku. Perhatian yang diberikannya padaku mulai menjadi sesuatu yang berarti, padahal dimasalalu aku hanya menganggapnya sesuatu yang biasa-biasa saja. Aku mulai jatuh cinta dengan senyuman imutnya yang ku anggap kekanak-kanakkan dulu. Dan sikapnya yang kekanak-kanakkan pun aku anggap sebagai sesuatu yang wajar, karena aku lebih sering tertawa dengan sikapnya yang seperti itu. Aku tak pernah menyangka hal ini akan terjadi padaku. mengapa rasanya tuhan tengah mengujiku dengan sesuatu yang pernah aku katakan dulu?
Aku telah memikirkan hal ini berulang kali, namun aku tak berniat menghentikannya sampai disini. Aku tahu sosok Mebuchi hanya akan melukaiku tapi seolah-olah aku tak bermasalah dengan hal itu. Sikapnya padaku tak jarang membuatku nyaman setiap hari. Pada saat itu, entah bagaimana aku merasa yakin Mebuchi hanya bersikap seperti ini padaku. namun ternyata aku salah dengan pendapatku sendiri. Bukankah aku tahu seperti apa sosok Mebuchi yang sebenarnya? Ia memang selalu ramah dan perhatian pada siapa saja. Dan bukankah aku pernah bertaruh bahwa sebagian dari wanita yang tak mengenalnya akan merasa salah paham dengan perhatian yang diberikan Mebuchi? Tapi sekarang, mengapa aku membiarkan diriku terjebak? Sementara aku tahu persis seperti apa sosok Mebuchi yang sebenarnya.
Lebih parahnya, aku sangat ingat dengan apa yang paling aku hindari. Bukankah aku sangat menghindari sosok pria seperti Mebuchi? Karena aku sadar dengan jelas, pria sepertinya hanya akan melukaiku dengan mudah. Dan itu terjadi padaku ketika tanpa sengaja aku melihat ia tersenyum pada seorang wanita yang menyukainya. Kufikir ia juga merasakan hal yang sama dengannya. Dan aku harus segera mengakhiri apa yang aku rasakan.
Hubunganku dengannya masih berjalan baik. Kami masih selalu berdebat untuk hal yang tidak perlu ataupun saling mengejek satu sama lain. Aku mencoba menutupi perasaanku padanya dengan candaan-candaan yang sering aku lontarkan.
“waaaah, ini menyenangkan” aku bersorak cukup keras ketika kulihat informasi tentang pesta kembang api Hanabi di Nagaoka. Aku sangat tertarik untuk pergi kesana, namun kufikir aku tak bisa melakukannya.
“heeee? Kau tertarik?”
Aku menatap Mebuchi dengan tatapan kesal. Apa-apaan itu? Ia mulai mengejekku dengan ekspresi terkejut yang sering aku tunjukan. Aku melupakan kenyataan bahwa disampingku ada sesosok mahluk yang selalu ikut campur.
“tidak. Tidak sama sekali”
“benarkah? Padahal aku berniat untuk mengajakmu kesana malam ini”
Aku menatapnya refleks. “heeee?” aku segera menampakan ekspresi datar ketika sadar aku kembali menampakan ekspresi terkejut yang selalu di ejek Mebuchi. Kulihat ia mulai tertawa “aku tahu kau tak serius dengan ucapanmu”
“Gomen ne. Aku serius. Bagaimana? Kau akan pergi?”
Aku mencoba menatapnya mencari kepastian dari ucapannya. Kurasa ia tak main-main. “aku tak akan sampai mengucapkan terimakasih padamu jika saja aku memungkinkan untuk pergi malam ini. Arigatou Mebuchi-kun. Ayo, dengan senang hati aku menerima tawaranmu”
Mebuchi tertawa yang kemudian menjentikan jarinya ke keningku. Kufikir ini mulai menjadi kebiasaannya. “baiklah. Aku akan menjemputmu sore ini”
Aku tak tahu apa yang harus aku rasakan hari ini. Aku tak dapat membohongi diriku bahwa aku begitu bahagia karenanya. Namun dilain sisi aku merasa bingung dengan keputusanku. Bukankah aku akan mencoba melupakannya? Mungkinkah hal itu dapat aku lakukan jika terus seperti ini?
Sesuai dengan janjinya Mebuchi menjeputku sore ini. Kami segera berangkat menggunakan kereta bawah tanah. Tak butuh waktu lama untuk tiba di Nagaoka, tempat dimana pesta kembang api Hanabi akan digelar. Kulihat disana sudah mulai cukup ramai dengan para pengunjung yang juga tak sabar menantikan hal yang sama. Karena hari mulai gelap suasana disana terasa semakin ramai dengan lampu berwarna-warni yang bersinar. Kami mencoba mencari tempat yang pas untuk menyaksikan pesta kembang api. Setelah kami menemukannya, aku dan Mebuchi mencoba untuk duduk menyaksikan sungai Shinano-gawa yang terlihat indah dengan pantulan lampu yang bersinar. Aku tak henti-hentinya merasa jatuh cinta dengan suasana seperti ini. Terlebih aku datang bersama Mebuchi malam ini. Pria yang aku cintai dan ingin aku lupakan.
Kami mulai berbincang tentang segala hal dan terkadang kami berdebat karenanya. Bahakan cemilan yang telah kami beli sebelumnya dengan cepat berpindah tempat tanpa kami sadari. Aku sangat menikmati malam ini yang mungkin akan menjadi malam terakhir yang aku lewati bersama Mebuchi. Aku mencoba menatap Mebuchi lebih lama kali ini, dan ketika ia melihat ke arahku aku hanya dapat tersenyum lalu kemudian mengalihkan tatapanku darinya. Aku tahu ini menyakitkan. Dan aku harus menyiapkan hatiku dari rasa sakit yang selanjutnya akan aku dapatkan.
Mebuchi kembali menjentikan jarinya ke keningku yang membuatku melotot ke arahnya. Aku tak mengerti apa yang terjadi padanya kali ini.
“hei, kau fikir jam berapa sekarang? Kenapa kau hanya memakai kaos pendek di waktu seperti ini?” ah, aku mulai mengerti apa yang mebuatnya melakukan itu. Aku segera menatap tubuhku sendiri. Tanpa kuduga aku sedikit mengigil, dan Mebuchi menyadarinya.
“hei, kau sendiri mengapa tak mengingatkanku? Kau berkomentar setelah kita berada disini”
“aish, dasar gadis aneh. seharusnya kau lebih tahu dengan apa yang dibutuhkan tubuhmu” ia tak mempedulikanku yang tengah menampakan ekspresi kesal. Ia mulai melepaskan jaket yang dikenakannya. “pakai ini. Kau bisa mati kedinginan dengan baju seperti itu”
“tapi kau—“ Mebuchi tak membiarkanku meneruskan kata-kataku. Ia segera melempar jaket sehingga menutupi kepalaku dengan sempurna. Walaupun sedikit kesal aku menerimanya. Aku sedikit merasa bersalah.
“ano.. Mebuchi-kun apa kau baik-baik saja? Kufikir sebaiknya kau kembali memakai jaketmu. Sungguh ak—“
“sudah pakai saja. Mengapa kau cerewet sekali, Naruko?” Mebuchi membenarkan jaket yang aku kenakan. Ia meraih bagian belakang jaket untuk menutupi kepalaku sebelum kemudian ia kembali menjentik keningku.
Aku tak dapat mengatakan apapun dengan perhatiannya kali ini. Entah mengapa perasaanku semakin terluka. Haruskah aku memintanya berhenti untuk bersikap perhatian padaku? itu hanya semakin membuatku sakit ketika mengetahui ia juga melakukan hal ini kepada yang lain.
“aku rasa aku telah membuat kesalahan” aku bersusah payah untuk mengumpulkan keberanianku, kufikir aku akan memberitahunya malam ini. Kulihat Mebuchi mulai kembali mentapku dengan tatapan heran, namun aku tak peduli. Aku membalas tatapannya. “kau ingat? Aku pernah berkata bahwa kau adalah sosok yang paling aku hindari untuk aku cintai. Aku tak menyangka akan kehilangan kendali dengan diriku saat ini. Diantara para pria yang berada di sekelilingku, mengapa aku harus menyukaimu?” Mebuchi masih menatapku namun dengan tatapan terkejut. Aku tahu ini akan mengejutkannya.
“Naruko...apan ya—“
“kumohon, jangan menyela ku sampai aku selesai dengan apa yang ingin aku katakan” aku menyunggingkan senyum tulus padanya, sebelum kembali mengalihkan tatapanku untuk menatap sungai dihadapanku. “aku tahu kau akan terkejut dengan hal ini. Kau memang orang tak terduga yang aku cintai. Dulu, aku merasa yakin bahwa aku tak akan mungkin mencintaimu bagaimanapun keadaannya. Dan jujur saja, aku memang pernah mencoba untuk menyukaimu dan akhirnya selalu gagal aku lakukan. Tapi...entah mengapa, ketika aku mulai melihatmu dengan cara yang berbeda, aku mulai merasakan perasaan aneh. aku mulai sulit untuk tertidur hanya karena memikirkanmu. Perhatian yang kau berikan mulai membuatku nyaman sejak saat itu. Dan akhirnya...aku tak dapat mengendalikan hatiku lebih dari ini. Lebih parahnya lagi, disaat aku dengan jelas merasa terluka olehmu aku tak dapat menghentikan semua ini. Aku masih tetap membiarkan diriku mencintaimu. Dan ku fikir aku malah semakin mencintaimu....” aku mencoba menghentikan ucapanku sejenak untuk menarik nafas. Jujur saja aku gugup melakukannya. Kufikir saat ini wajahku akan berubah sangat merah karena malu.
“tapi kau tenang saja, karena mulai saat ini aku akan mulai melupakanmu. Kau tak perlu khawatir padaku, karena aku yakin dapat mengatasinya walaupun aku akan terluka pada awalnya. Kau tahu bukan, aku adalah wanita yang kuat. Aku tak akan kalah hanya karena hal seperti ini” aku mencoba memberanikan diri untuk menatap Mebuchi dan tersenyum padanya. kulihat ia masih terkejut dengan apa yang baru saja aku katakan. Namun detik berikutnya ia mulai tersenyum. Aku tak tahu apa maksud dari senyumannya.
“aku tak tahu harus menahanmu atau justru membiarkanmu melupakanku. Karena aku yakin, kau lebih tahu mana yang terbaik untukmu. Untuk saat ini, aku hanya bisa memohon maaf padamu jika selama ini kau begitu terluka karena mencintaiku namun aku juga berterimakasih karenanya. Arigatou, Naruko-chan. Jika menurutmu melupakanku dalah pilihan terbaikmu, maka lakukanlah. Aku tak berhak menahannya jika kau hanya akan terluka karena mencintaiku” Mebuchi kembali tersenyum dan mulai menyentuh bagian atas kepalaku. Aku mencoba menahan diriku untuk tidak menangis, namun tanpa ku duga cairan bening itu mulai meluncur begitu saja. “aku tahu persis kau sangat kuat. jadi.. tetaplah menjadi seorang Naruko yang aku kenal”
Mebuchi membelai kepalaku lembut dengan senyuman di wajahnya. Entah mengapa aku melihat matanya memerah dan sedikit berkaca-kaca. Aku mencoba menghapus air mataku dan memeluknya. Aku merasa enggan untuk melepaskannya, aku tak ingin ketenangan ini berakhir. Untuk malam ini saja aku ingin seperti ini, karena selanjutnya aku akan mulai melupakannya. Disaat yang bersamaan, kembang api yang kami tunggu mulai menampakan keindahannya. Aku bersorak karena bahagia. Kurasakan Mebuchi mengeratkan pelukannya padaku dan aku membalasnya tanpa berniat melepaskannya.
aku tak pernah tahu dengan perasaan Mebuchi yang sebenarnya. Kufikir ia tak pernah menyukaiku sedikitpun. Namun setidaknya itu lebih baik, karena aku akan mudah melupakannya dengan begitu....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar