Ada
dua hal yang tak ku mengerti saat ini. pertama, aku tak mengerti bagaimana cara
bumi ini berputar sehingga aku dipertemukan dengan seorang pria—tidak, maksudku
bocah yang selalu membuatku sakit kepala. Kedua, disaat aku dengan sadar,
merasakan dengan jelas bagaimana selama ini aku begitu terganggu dengan
kehadirannya, yang paling tidak aku mengerti, saat ini, aku terjebak disebuah
restoran yang mengharuskanku duduk berdua dengannya. Entah mengapa rasanya begitu sulit untukku
menghindari bocah ini, ia seolah menggunakan trik khusus yang selalu
menghipnotisku untuk menuruti keinginannya walaupun hatiku ingin menolak.
“jadi,
apa kau selamanya akan seperti ini?” aku mencoba membuka suara semenjak
beberapa menit yang lalu aku hanya menatapnya dan tak berucap sama sekali.
Kulihat bocah itu mengalihkan perhatiannya sejenak dari ponsel ditangannya
untuk menatapku, namun hanya beberapa detik.
“apanya
yang seperti ini?”
Aku
mendengus kesal. “ayolah. Kau tahu maksudku. Kau tak mungkin terus seperti ini
selamanya bukan? kau hanya akan membuang waktumu dengan menunggu sesuatu yang
tak mungkin terjadi. Sebaiknya kau cepat mencari wanita lain, karena aku tak
memiliki waktu untuk bermain-main denganmu”
Deva
Mahendra—nama bocah itu diam tak bergeming seolah tak mendengar ucapanku.
Ponsel ditangannya menjadi lebih menarik daripada kehadiranku sendiri. Aku
menghela nafas lebih panjang, mencoba menetralisir kekesalanku pada bocah itu. Baiklah
aku akui. Sungguh berlebihan jika aku masih menganggapnya seorang bocah. Ia
sudah cukup usia untuk dikatakan seorang pria, tapi tidak berlaku untukku yang
saat ini tengah berusia 26 tahun dan akan menginjak 27 di bulan agustus tahun
depan. Ia lebih pantas untuk menjadi adikku dibanding menjadi seorang kekasih
yang selalu ia ucapkan. Dan tentu saja, ditengah usiaku yang tak muda lagi aku
tak memiliki waktu untuk terus bermain-main. Aku harus lebih serius memikirkan
masa depanku, dan aku tak mungkin memilih seorang pria yang lima tahun lebih
muda dariku untuk ku jadikan seorang suami.
Merasa
di abaikan, aku mencoba merebut ponsel darinya dan deva cukup terkejut dengan
apa yang aku lakukan. Ia menatapku tak mengerti seolah berkata “apa yang kau
lakukan”, namun entah mengapa detik berikutnya kulihat ia malah tersenyum.
Baiklah kembali aku akui. Bocah itu memiliki senyuman yang cukup menggoda, dan
mungkin aku akan terjerat oleh pesonanya jika saja aku tak pernah tahu berapa
usia bocah itu sebenarnya. Aku sedikit menyesalinya, memang. Tapi tidaaaakkk! Cukup
sampai disini. Aku tak akan pernah melanggar prinsip hidupku selama ini.
“apa
kau tak dapat bertanya hal lain? misalnya seperti, mengapa aku dilahirkan
begitu tampan dan semacamnya? Ayolah, kau sudah terlalu sering bertanya hal
ini. dan kau tahu jawabanku akan sama sampai kapanpun”
Aku
tersenyum ketus, tak mengerti bagaimana bocah sepertinya bisa memiliki rasa
percaya diri yang sangat tinggi ketika berhadapan dengan wanita yang lebih tua
darinya. Bahkan selama ini ia selalu
memperlakukanku seperti seorang wanita seusianya karena ia selalu berbicara
informal denganku bahkan tak pernah memanggilku kakak atau semacamnya seperti
yang seharusnya ia lakukan.
“well, kau tahu persis, seorang bocah tak
akan mudah membuatku tertarik”
Dave
menatapku, mengangkat tangannya untuk menopang dagunya. “benarkah? Jika memang
seperti itu, maka aku akan membuatnya mudah untukmu” dengan mengedipkan sebelah
mata Dave tersenyum nakal yang nyaris membuat jantungku terjatuh. Aku tersenyum
terkejut seolah tak dapat berkata apa-apa. Aku mulai merasakan sedikit ancaman
bahaya darinya.
“kau—“
“dan
jangan anggap ini sebuah permainan. Apa kau fikir aku sedang bermain-main
denganmu? berhentilah mengeluh dan cepat habiskan makananmu”
“hey...”aku
sedikit kesal—tidak, aku sudah sangat kesal selama ini. bagaimana mungkin bocah
sepertinya berani memerintahku seperti itu? yang benar saja!
Aku
memejamkan mataku sejenak seraya meraih sepotong kentang goreng yang baru saja
tiba dimeja kami. “Dave, apa kau selalu seperti ini sebelumnya? Apakah mengejar
wanita tua menjadi kebiasaanmu selama ini?”
Kulihat
ia tersendat dalam makannya seolah terkejut dengan apa yang baru saja aku
katakan. Aku mengangkat alis tak mengerti. “waaah, apa kau benar-benar merasa
tua sekarang?”
“hanya
denganmu saja aku merasa menjadi wanita tua. Kumohon jangan seperti ini. kau
memiliki waktu yang berharga yang lebih baik kau habiskan bersama wanita yang
lebih pantas denganmu”
“hey,
kita hanya berselisih lima tahun, apakah itu sebuah kesalahan ketika aku
menginginkanmu? Apakah aku terlihat begitu polos sehingga kau berfikir aku tak
pantas untukmu?”
Tidak.
Dave cukup dewasa untukku walaupun sikap kekanak-kanakannya tak mudah
disembunyikan. Hanya saja aku tak dapat mengabaikan bagaimana jauhnya selisih
usia kami. Sejak dulu, aku memang tak mudah untuk menjalin hubungan bahkan
tertarik dengan seorang pria di bawah umurku. Lagipula, semua ini tak akan
menjadi mudah jika benar-benar aku lanjutkan.
“kau
benar-benar menjadi sumber sakit kepalaku sekarang”
“mungkin
itu karena kau mulai tertarik padaku” Dave kembali menyunggingkan senyuman
nakalnya yang hanya dibalas cibiran olehku. Aku sudah mulai terbiasa dengan
sikap percaya dirinya walaupun tak jarang membuatku kesal.
“ah satu hal yang harus kau tahu. Jika tadi
kau bertanya padaku apakah aku selalu seperti ini sebelumnya maka jawabannya
tidak. Aku tak pernah seperti ini sebelumnya sampai aku bertemu denganmu. jadi
jangan salahkan aku. Salahkan takdir dan dirimu sendiri karena kau menjadi begitu
menarik untuk ku kejar selama ini”
“hah,
kau berkata seolah kau lebih dewasa dariku” berhenti sejenak untuk melihat Dave
yang tengah tersenyum. “baiklah. Itu hanya akan menjadi masalahmu. Jadi jangan
salahkan aku jika aku tetap mengabaikan perasaanmu”
“tidak.
Tidak akan. Karena aku tahu kau tak akan pernah bisa mengabaikan perasaanku”
Aku
sudah lelah berdebat sehingga aku hanya mampu tersenyum dan mulai menyentuh
makananku. Kulihat Dave kembali berkonsentrasi dengan makanan dihadapannya. Cukup
lama kami tak bersuara seolah lelah dengan perdebatan yang baru saja terjadi.
“apa
yang akan kau lakukan minggu depan?”
Aku
mengangkat kepala dari makananku dan berpura-pura berfikir.
“jika
kau tak datang mengganggu waktu tenangku, kau tahu hal apa yang paling mungkin
aku lakukan”
“apakah
tak ada hal lain yang dapat kau lakukan selain menghabiskan waktu liburmu
dengan tidur?”
Aku
menggeleng seraya tersenyum. Dave sudah begitu tahu bagaimana kebiasaanku.
Entah mengapa aku tak canggung-canggung menunjukan sisi lain dari diriku
padanya. Dan lebih mengherankan lagi Dave seolah tak bermasalah dengan semua
kebiasaanku yang memalukan.
“teman
kakakku akan menikah minggu depan. Apakah kau bisa menemaniku?”
Aku
menggeleng dengan cepat. “tidak”
“oh
ayolah Els” lagi-lagi Dave memohon dengan wajah tanpa dosanya, dan akan aku
pastikan aku tak akan tergoda lagi untuk menuruti keinginannya kali ini. “apa
kau tega membiarkanku pergi seorang diri ketika disana aku akan menyaksikan
orang-orang berpasangan?”
Aku
menghentikan aktivitasku sejenak dan menghela nafas. “aku bukan pasanganmu Dave,
ingat itu. dan jika kau merasa perlu, aku bisa menyarankanmu untuk membawa
gadis-gadis lain yang selalu kau kencani selama ini”
“itu
tak akan membantu. Kakakku ingin bertemu denganmu”
“apa?”
aku cukup terkejut dengan apa yang diucapkannya. “mengapa dia ingin bertemu
denganku?”
Dave
mengangkat bahu seolah tak tahu. “mungkin dia cukup bosan dan penasaran karena
aku tak pernah berhenti berceloteh tentangmu. Jadi sebaiknya kau turuti
permintaannya”
Aku
diam sejenak mencoba berfikir. Dave memang sudah memberitahuku bahwa ia selalu
bercerita tentangku pada kakaknya sampai hal terkecil sekalipun, tapi aku tak
mengerti mengapa saudaranya itu ingin bertemu denganku. Selama ini, yang selalu
membuatku enggan ketika Dave mengajakku menemui keluarganya adalah karena aku
tahu akan seperti apa respon yang mereka berikan ketika mengetahui Dave—anak
kesayangan mereka memiliki kelainan akut karena terobsesi dengan wanita yang
lebih tua. Oke, aku tahu ini berlebihan jika aku katakan kelainan. Tapi tetap
saja hal ini terasa aneh untukku.
“Els?”
“tidak
Dave. Katakan permintaan maafku padanya. Ingat, sampai kapanpun aku tak akan
memiliki niat untuk berhubungan serius denganmu, karena kau tahu aku harus
lebih serius memikirkan masa depanku sekarang. Jadi aku sama sekali tak
memiliki keharusan untuk bertemu dengan keluargamu”
Kulihat
raut kekecewaan di wajah Dave. Dia menghembuskan nafas lebih keras. “Els aku
tak akan membawamu pada keluargaku jika memang itu yang kau inginkan. Tapi ini
hanya kakakku Els, kakakku. Anggap saja ini hanya pertemuan biasa, bukan
pertemuan bersama salah satu keluarga seperti yang kau fikirkan. Walaupun kau
berfikir tak akan pernah menjalin hubungan serius denganku, setidaknya tunjukan
sisi kemanusiaanmu. Apa kau tega menolak permintaan seseorang yang ingin
bertemu denganmu?”
Aku
tahu ini hanyalah semacam trik yang disiapkan Dave untuk memaksaku menuruti
permintaannya. Tapi aku pun tak dapat mengabaikan permintaan kakakknya walaupun
sebenarnya aku sangat ingin menolak. Setidaknya aku harus menunjukan sopan
santunku ketika seseorang dengan baik memintaku untuk bertemu.
“kumohon
hanya kali ini saja. Jika kau merasa tak nyaman setelah bertemu dengan kakakku,
aku tak akan memaksamu untuk bertemu dengan keluargaku lagi”
Aku
menghembuskan nafas panjang. “mengapa kau selalu bersikeras membawaku pada
keluargamu?”
Dave
mengangkat bahu. “entahlah. Aku hanya merasa kau harus bertemu dengan mereka.
Jadi bagaimana?”
Sepertinya
aku harus menyerah. Setidaknya kali ini saja aku bertemu dengan kakaknya.
“baiklah. Hanya sekali ini saja. Selanjutnya jangan pernah paksa aku untuk
menuruti keinginanmu lagi”
“bingo!”
Dave membentuk jari-jarinya menyerupai pistol dan menembakannya padaku. Aku
hanya tersenyum ketus melihat perlakuannya yang kekanak-kanakkan namun tampak
seksi itu. aku segera melihat jam tanganku ketika ku sadari kami sudah cukup
lama berada disana.
“sebaiknya
aku pulang. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan” aku mencoba bangkit namun
tiba-tiba Dave menghalangi niatku.
“tunggu”
Dave berucap seraya menghabiskan sisa minuman di tangannya. Ia meraih jaket
dari sandaran kursi. “kau selalu saja pergi sesuka hatimu. Biar ku antar” ia menggenggam
tanganku seraya membawaku bangkit. Aku sedikit risih diperlakukan seperti ini
oleh seorang bocah. Aku mencoba melepaskan genggaman tanganku darinya, namun
seperti yang kuduga ternyata tak akan mudah. Dave mulai membawaku berjalan
sampai pada akhirnya tanpa sengaja aku menabrak bahu seorang wanita yang
membuat langkahku berhenti.
Aku
berbalik untuk meminta maaf, namun cukup terkejut ketika aku melihat seorang
pria yang sangat ku kenal. kulihat ia juga terkejut ketika melihat keberadaanku
disana.
“Elsa?
Kau disini?”
Aku
nyaris tanpa berkedip memandang secara bergantian dua orang manusia berlawanan
jenis dihadapanku. Kulihat wanita yang tanpa sengaja kutabrak tadi menggandeng
lengan pria disampingnya yang secara sadar membuat hatiku terluka. Kembali ku
tatap mata Bastian yang masih terkejut karena pertemuan tanpa diduga ini.
kulihat ia sedikit gugup.
“siapa
Els?” Dave tiba-tiba bertanya mungkin ia menyadari kecanggungan diantara aku
dan Bastian. Aku mencoba mengalihkan perhatianku padanya.
“temanku”
“temanmu?”
kudengar suara ketidak percayaan darinya namun aku hanya menganguk. “ah,
kenalkan deva tunangannya Elsa” Dave tanpa dosanya menjulurkan tengan
memperkenalkan diri yang kemudian disambut oleh Bastian. Aku tahu Bastian
terkejut ketika Dave berkata seperti itu, karena selama ini aku sangat dekat
dengannya sehingga tentu saja ia tahu kehidupanku yang sebenarnya. Aku
mengalihkan perhatianku untuk menatap Dave dengan tatapan tak suka, namun tanpa
diduga ia malah merangkul bahuku sembari tersenyum dengan kedipan sebelah
matanya.
“kufikir
kau tampak lebih muda darinya” Bastian bertanya yang membuatku kembali
mentapnya.
“aku
tidak mengerti bagaimana orang lain berfikir, mengapa usia harus menjadi sebuah
permasalahan?”
Bastian
menatapku untuk mencari kejelasan, namun aku enggan membalas tatapannya karena
aku merasa terluka. “ah tidak, tidak. bukan itu maksudku. Hanya saja aku
sedikit tahu kehidupan elsa selama ini”
Aku
tak terkejut ketika Bastian berkata seperti itu. kami sudah bersama-sama sejak
masa kuliah dulu, dan sampai saat ini pun kami masih sering bertemu. aku
sendiri tak cukup mengerti dengan hubungan yang terjalin diantara kami.
walaupun tak pernah ada yang bicara diantara kami, namun aku merasa selama ini
kami adalah pasangan yang saling mencintai walaupun hal itu mulai aku ragukan
sekarang.
Dave
mengeratkan rangkulannya di bahuku. “tak ada yang dapat menghentikan takdir
seseorang. Seberapa sering kau menolak, kau tetap harus mengikuti takdir.
Bukankah begitu, Els?”
Aku
merasa tersindir, seolah Dave berkata seperti itu memang sengaja untuk
ditujukan padaku. Aku tak merespon ucapannya. Aku hanya ingin segera pergi dari
sini secepat mungkin.
“sebaiknya
kita pergi Dave. Aku minta maaf tanpa sengaja menabrakmu” aku segera
mengalihkan topik pembicaraan mereka dengan meminta maaf pada seorang wanita
yang datang bersama Bastian. Kulihat ia tersenyum namun entah mengapa terdapat
raut ketidak sukaan di wajahnya dan aku tak peduli akan hal itu. Dave menahanku
sesaat ketika aku mencoba berbalik.
“apakah
wanita ini kekasihmu?” Dave menatap wanita dihadapannya dengan sopan dan
kemudian ia tersenyum. “kau sangat cantik, Bastian tentu sangat beruntung
memilikimu. Tapi sayangnya....kau tidak semenarik pengantinku” aku cukup
terkejut mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Dave pada wanita itu yang
sontak membuat wanita itu menampakan ekspresi kesal. Dave segera menarik bahuku
setelah ia berpamitan untuk pergi. Aku menyempatkan diri untuk menatap Bastian
yang tengah menatapku. Aku tak dapat menyembunyikan bahwa hatiku terluka
olehnya. Bahkan ketika kami berpisah, aku tak dapat berkata apa-apa pada Bastian.
Selama
perjalanan pulang aku tak dapat menahan amarahku dengan apa yang telah
dilakukan Dave sebelumnya. Kami bertengkar cukup hebat walaupun pada akhirnya
kulihat Dave mengalah di tengah amarahku. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku
begitu marah, karena pada kenyataannya tak ada yang salah dengan apa yang Dave
lakukan selain ia telah berkata bahwa aku sudah bertunangan dengannya. Mungkin
aku hanya mencoba mengalihkan perasaanku yang terluka oleh Bastian, dan aku tak
dapat menahannya sehingga Dave menjadi korban dari amukanku.
Aku
mencoba untuk menahan diriku untuk tidak menangis. Sehingga ketika kami sampai
di apartemenku, aku segera keluar dari mobil tanpa berkata sepatah kata pun
pada Dave. Dave sendiri tak mengikutiku masuk dan aku beruntung karenanya. Aku
segera memasuki kamarku dan mengabaikan lucy yang merasa heran dengan sikapku
yang terburu-buru. Setibanya di kamar aku tak dapat menahan diriku lagi untuk
tidak menangis. Aku menangis sejadi-jadinya malam itu mengingat bagimana Bastian
telah mengkhianatiku. Aku benci padanya, pada semua yang telah ia lakukan
padaku selama ini. aku benci pada diriku sendiri, bagaimana selama ini aku
selalu berharap Bastian akan menjadi pendamping hiupku kelak. Aku menangis
cukup keras dan Lucy mengetuk pintuku beberapa kali namun tetap ku abaikan. Aku
tidak ingin bertemu bersama siapapun malam ini. aku hanya ingin sendiri,
menikmati kesedihanku dengan menangis...
Paginya,
ketika aku masih menikmati waktu tidurku dengan damai, aku mendengar suara
ketukan di pintu yang membuatku merasa begitu terganggu. Dengan enggan aku
mencoba bangkit dan segera menyentuh kepalaku yang terasa berat. Semalam, aku
meangis terlalu lama dan aku terlelap tanpa sengaja, namun imbasnya suasana
hatiku terasa membaik sekarang. Aku tak henti-hentinya merasa kagum dengan
dahsyatnya efek menangis pada suasana hati seseorang. Karena setiap kali aku
menangis, aku akan dengan mudah melupakan masalahku setelahnya. aku segera melupakan
rasa kagumku sejenak karena suara ketukan di pintuku sangat mengganggu saat
ini. aku mencoba menyeret langkahku, dan...
‘cup’
“pagi...”
kulihat Dave tersenyum setelah mencium keningku dengan seenaknya ketika aku
membuka pintu. Aku menatapnya kesal namun seperti yang kuduga ia hanya akan
tersenyum tanpa berdosa. Tiba-tiba kejadian semalam teringat olehku, ketika
tanpa sebab aku meluapkan amarahku padanya. Dave berlaku seolah tak ada hal
yang terjadi hari ini. dan aku bersyukur, setidaknya itu sedikit mengurangi
rasa bersalahku padanya.
“berhenti
menciumku seperti itu Dave”
“kau
lupa? Ku fikir aku sudah pernah memberitahumu. Kau akan mendapatkan ciuman
dariku setiap kali aku kesini, dan kau akan mendapatkan ciuman tanpa batas
dariku jika kau menikah denganku”
Aku
berbalik untuk menatapnya yang tengah bersandar pada pintu dan melipat kedua
tanganya. Sesaat aku terpesona dengan penampilannya saat ini. Dave terlihat
tampan dan selalu seperti itu setiap kali aku melihatnya. Namun dengan segera
aku mengalihkan tatapanku darinya menyadari bahwa aku tak boleh berfikir
seperti itu.
“omong
kosong apa lagi yang kau katakan dipagi hari seperti ini” aku kembali berbalik
dan menghampiri tempat tidurku. Segera ku tarik selimut mencoba memejamkan
mataku. Ku dengar langkah kaki Dave mendekati.
“kau
lebih baik membersihkan kamarmu daripada kembali tidur Els”
“aku
selalu membersihkan kamarku di hari kedua waktu liburku. Jadi jangan ganggu
aku. Aku hanya akan tidur hari ini”
Kurasakan
tempat tidurku bergoyang sesaat dan aku tahu Dave yang melakukannya. Secara mendadak
wangi parfum yang mulai akrab di hidungku tercium. Aku tahu Dave tengah duduk
dihadapanku karena selanjutnya kurasakan ia menyentuh wajahku.
“apa
kau baik-baik saja?”
Aku
tahu Dave bertanya tentang kejadian semalam, dan aku hanya bergumam untuk
menjawab pertanyaannya. Dave masih menyentuh wajahku dan sesekali menyingkirkan
rambut-rambut yang menghalangi wajahku. Jujur saja, aku merasa nyaman dengan
perlakuannya namun aku segera sadar bahwa rasa nyaman atas perlakuan Dave
padaku merupakan sebuah masalah. Aku segera membuka mataku dan melotot padanya.
“Dave
kau tahu ini hari libur. Aku hanya ingin tidur hari ini”
“kenapa?
Apa aku membuat masalah?”
Aku
mendengus kesal. “berhenti menggangguku. Kau membuatku tak nyaman”
Dave
menatapku serius sebelum kemudian ia tertawa. Aku hanya mengerutkan sebelah
alis dan mencoba bangkit untuk duduk.
“apakah
ketidak nyamanan ku membuatmu lucu?”
Dave
menghentikan tawanya dan kembali menatapku. ia meraih tanganku dan memainkannya.
“tidak. aku hanya merasa senang, karena itu adalah sebuah tanda bahwa kau mulai
tertarik padaku. Bukankah begitu?”
Aku
tertawa ketus mendengar apa yang ia ucapkan. Dave begitu percaya diri, namun
tanpa diduga perkataannya sedikit menggangguku. Mungkinkah aku mulai tertarik
padanya? Seorang bocah? Tidak mungkin.
“kau
memiliki tingkat kepercayaan diri yang cukup tinggi. Jangan biarkan rasa percaya
dirimu mengecewakanmu nanti”
Dave
tak merespon ucapanku, ia hanya tersenyum seolah merasa lelah untuk berdebat.
Namun detik berikutnya Dave menyentuh kembali wajahku dan menatapku lebih
serius.
“apa semalam kau menangis? Matamu bengkak”
Aku
segera menepis tangannya dari wajahku dan mengalihkan wajahku darinya. Aku
melupakan kenyataan bahwa mataku akan terlihat mengerikan hari ini.
“aku
begadang mengerjakan pekerjaanku”
“apa
kau menangis karena pria itu? matamu tak akan bengkak seperti ini jika apa yang
kau ucapkan memang benar”
Aku
menatapnya kembali. “dengar. Aku tak memiliki alasan untuk menangisi pria itu.
jadi berhenti bertanya”
Dave
menatapku semakin tajam. “kau tak perlu menyembunyikannya dariku, setidaknya aku
sedikit tahu apa yang terjadi diantara kalian walaupun aku tak mengerti
hubungan apa yang kalian miliki. Kau tak cukup pintar menyembunyikan luka mu
dariku. Apa kau fikir aku tak tahu apa yang menyebabkanmu marah semalam?.
Lupakan dia Els, kau sudah tahu dengan jelas apa yang telah terjadi. itu hanya
akan membuatku terluka, ketika mengetahui kau menangis karena pria lain”
Hatiku
sedikit tersayat ketika mendengar kalimat terakhir yang Dave ucapkan. Entah
mengapa aku merasakan sakit yang sama ketika mengetahui Dave terluka olehku.
Aku tahu, aku hanya akan melukainya lebih banyak jika semua ini terus berlanjut
dan aku tak ingin hal itu terjadi.
“Dave.
Kau tahu aku hanya akan melukaimu. Aku tak ingin kau terlalu berharap karena
kita tak akan mungkin untuk bersama. Sebaiknya kau hentikan semua ini sekarang
sebelum kau terluka lebih banyak lagi olehku. Aku—“
Dave
meremas tanganku lembut dan aku tak dapat meneruskan kata-kataku. Kulihat Dave
masih menatapku dan tersenyum tipis.
“aku
tak peduli jika aku benar-benar akan terluka olehmu. Aku hanya tidak ingin
melihatmu terluka oleh lelaki lain karena itu akan lebih melukaiku. Kumohon,
jangan pernah memintaku berhenti. Aku akan terus seperti ini sampai kau dapat
melihatku sebagai seorang pria yang pantas untuk kau cintai” Dave menyelipakan
rambut yang menghalangi wajahku ke belakang telinga. Menyentuh mataku dan
membelainya lembut. “dan saat itu kau akan tahu dan mengerti seberapa tulus aku
mencintaimu selama ini” Dave kembali mencium keningku dan aku tak mencoba
menghindar darinya. Aku merasa tersentuh dengan perlakuannya dan sebagai
imbasnya aku tak mampu berkata apa-apa. Oh tuhan..aku benar-benar tak mengerti.
Bagaimana mungkin seorang bocah mampu membuatku seperti ini?
“kau
mengerti bukan?” aku tak menjawab ketika Dave menatapku dan aku hanya
mengalihkan tatapanku untuk menghidarinya. Aku tak tahu harus berkata apa,
karena pada kenyataannya Dave lebih keras kepala dari yang aku bayangkan. “sebaiknya
kau mandi dan sarapan. Aku akan menunggumu diluar, hm?” Dave mencium bibirku
sesaat dan menatapku dengan senyuman nakalnya. Aku menatapnya dengan tatapan
kesal, mendorong tubuhnya untuk menjauh dariku. Dave tertawa melihat ekspresi
kekesalanku dan aku tak dapat menahan diriku untuk meleparkan bantal yang
berada di tanganku.
“Dave
berhenti melakukan hal itu padaku!” aku berteriak karena kesal dan Dave berdiri
mencoba menjauh dariku. Ia masih tertawa.
“mengapa?
bukankah kau menikmatinya?”
“menikmati,
pantatmu!. Kau lakukan sekali lagi, mati kau”
“hahaha.
Padahal aku berniat melakukannya lebih lama lain kali. Jika kau membunuhku
setidaknya aku akan mati bahagia”
“hey!!!!”
aku berteriak semakin kencang karena kurasakan wajahku memanas karena malu.
“DEVA MAHENDRA, KEMARI KAU!” aku mencoba berdiri untuk berlari menangkapnya,
namun Dave dengan cerdik segera berlari dan menutup pintu dari luar. Aku tak
menyerah, aku mencoba membuka pintu sebisa yang aku lakukan, dan Dave cukup
gigih untuk tak membiarkanku berhasil membuka pintu. pada akhirnya aku menyerah
pada perjuanganku sendiri. Aku menjatuhkan tubuhku dan bersandar pada pintu.
tiba-tiba entah mengapa ucapan Dave tadi malam teringat olehku, ketika ia
berkata bahwa aku lebih menarik dari wanita cantik yang datang bersama Bastian.
aku tak dapat menahan diriku untuk tersenyum karenanya. Setidaknya ada satu hal
yang aku sadari hari ini. aku merasa, ketika aku mulai terganggu oleh kehadiran
dave, maka saat itulah sesungguhnya aku mulai menatapnya sebagai seorang pria.
Bersambung....