Selasa, 30 Desember 2014

Cerpen: Dunia dalam Genggamanku



Kejadian malam itu seakan tak mau hilang dalam ingatanku. Malam dimana semua impian dan harapanku hilang dalam sekejap dan membuatku benar-benar prustasi. Ayah, sosok orang yang selalu menjadi kebanggaanku selama ini telah memupuskan semua harapan yang selalu ingin aku wujudkan. Tak pernah terbayangkan, sosok orang yang selalu menyanyangi dan mencintaiku lebih dari apapun itu telah berlaku setega ini terhadapku.
Namaku Ratih Widia Bhakti. Seperti anak-anak lainnya, aku terlahir sebagai seorang wanita yang memiliki berjuta impian. Aku terlahir diantara keluarga yang senantiasa selalu mendukung apa yang selalu aku impikan. Terlebih ayahku. Selama hidupku, ia tak pernah berhenti mengajarkan tentang arti dunia padaku. Tentang bagaimana kerasnya hidup ini sehingga aku harus mampu bertahan dalam menghadapi setiap permasalahan. Selama ini ia lah yang selalu ada disampingku ketika aku terjatuh karena kegagalanku. Dan selama ini pula ia yang selalu ada dibelakangku dalam setiap keberhasilanku.
Dulu kehidupanku sangatlah bahagia. Kasih sayang dari kedua orang tuaku tak pernah henti aku dapatkan. Ibu yang selalu mengusap air mataku disaat aku menangis, serta ayah yang selalu mendorongku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Aku benar-benar beruntung telah dilahirkan dianatra keluarga yang begitu sangat menyayangiku. Keluarga yang benar-benar mengerti tentang apa yang aku butuhkan. Namun sayang, seiring berjalannya waktu tuhan berkehendak lain. Ia mencoba mencuri kebahagiaanku dengan menanamkan sebuah penyakit mematikan pada rahim ibuku. Sehingga ketika aku memasuki kelas 3 SMA aku kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Ibuku tak mampu bertahan dengan rasa sakit yang di deritanya, sementara ayahku..aku kehilangan sosoknya yang selalu aku banggakan selama ini.
 Mungkin karena begitu besarnya kecintaan ayah terhadap ibuku telah merubah dunianya. Ayah yang selalu mengajarkan aku tentang kerasnya sebuah kehidupan bukan lagi sosok yang aku kenal selama ini, ketika ibu meninggalkan kami tanpa kembali. ia berubah menjadi pribadi yang lebih pendiam. Ia hanya berbicara padaku jika ia ingin menyampaikan sebuah nasihat, lalu selanjutnya ia pergi mengurung diri dalam dunianya sendiri, yang bahkan aku pun tak pernah diijinkan untuk memasuki dunianya. Ia mulai jarang memperhatikanku yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayangnya. Dan semenjak itu keluargaku hancur. Ayah benar-benar kehilangan dirinya sehingga ia berhenti dari pekerjaannya. Ia selalu pulang larut malam dan mengurung diri di kamar. Bahkan lebih parah lagi ayahku pernah membentakku hingga aku menangis seorang diri dikamar. Aku benar-benar tertekan. Aku benar-benar tak memiliki siapapun saat ini.
Namun syukurlah, ditengah keadaan keluargaku yang begitu hancur, aku masih dapat mempertahankan prestasiku sehingga aku masih menjadi juara umum disekolahku. Aku masih memiliki kesempatan untuk membuat ayahku tersenyum dengan keberhasilanku. Dengan perasaan bahagia aku memeluk hasil perjuanganku selama ini, dan berniat untuk segera menunjukannya kepada ayahku. Namun sayang sesuatu tak terduga terjadi malam itu. Rasa kecewa mengahampiriku ketika aku mengaharapkan sebuah senyuman dari ayahku. Ia memberiku sebuah perintah yang tak aku mengerti. Ia memintaku untuk segera menikah ketika aku berharap akan mendapatkan dukungan darinya dengan semua cita-citaku.
Hingga terjadilah peristiwa malamitu. Kejadian yang menghancurkan seluruh impian dan cita-citaku. Sejak kecil aku selalu bercita-cita menjadi seorang ahli Hukum. Namun sayang, ayahku yang selalu mendukung apa yang aku cita-citakan, ternyata tidak memberikan dukungannya kali ini. ayahku meremehkan apa yang aku cita-citakan, dia malah menyuruhku untuk menikah. Menikah dengan duda kaya yang sama sekali tidak aku cintai.
Perlahan aku menyentuh pipiku yang mulai memanas. Masih aku rasakan bagaimana ayah melayangkan telapak tangannya hingga menyentuh keras pipiku ini. Aku langsung memalingkan wajahku keluar jendela. Gedung-gedung tinggi  berdiri  kokoh yang menjadi ciri khas kota Jakarta tak menarik perhatianku sedikitpun. Aku rasakan matakupun mulai memanas, pandanganku kabur oleh air mata. Tidak pernah terfikirkan sebelumnya, aku akan mewujudkan impianku dengan cara seperti ini. aku memutuskan untuk pergi tanpa sepengetahuan ayahku. Itu artinya aku tidak memiliki siapapun yang dapat mendukung keberhasilanku.
Bus yang aku tumpangi akhirnya tiba ditempat pemberhentian yang semestinya. Sambil mengusap air mata, aku bersiap-siap untuk turun dengan mengemasi tas bawaanku. Dengan menghela nafas aku pandangi suasana kota Jakarta ,tampak impian besarku mengambang dalam ingatan. Dengan tekad yang kuat aku mulai melangkahkan kakiku seraya berkata “ Jakarta aku datang untuk menggapai semua impian”
Cuaca panas, kemacetan dan polusi yang selama ini selalu akulihat dan dengar di televise kini aku rasakan secara langsung di kota besar ini. Berkali-kali aku menyeka keringat yang jatuh di wajahku. Dengan menenteng tas aku berjalan pasti untuk mencari tempat kos yang terbilang murah dan sesuai ,yang ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Namun, beberapa jam kemudian ketika hari mulai gelap aku baru menemukan tempat kos yang menurutku lumayan dengan harga dan keadaan. Setelah mengurus segala urusan pembayaran aku segera membentangkan sejadah dan pergi untuk shalat.

Perlahan ku buka mata, menatap seluruh suasana disekitarku yang terasa asing. Ya ! aku hampir saja lupa, ini adalah hari pertamaku di tempat yang baru. Aku belum memikirkan apa yang akan aku lakukan di hari pertamaku, mungkin hari ini aku akan membersihkan kamar kosku serta mengunjungi teman penghuni kos lainnya. Setelah mengumpulkan tenaga, aku bangun dari tempat tidur dan segera pergi keluar kamar.
Aku baru tersadar, ternyata tempat kosku berlantai 3. Ketika aku mulai menaiki anak tangga kelantai 3, aku mengurungkan niatku, ku fikir lebih baik mandi lebih dahulu sebelum menemui teman-teman yang lain. Aku kembali berbalik dan mulai menuruni anak tangga, ketika aku sampai di lantai dasar ,aku melihat seorang wanita muda sedang menjemur pakaian.
“ selamat pagi “ sapaku, wanita itu langsung menghentikan aktivitasnya dan menengok ke rahku.
“ eh anak baru ya? “ tanyanya, aku hanya tersenyum. Setelah melihat reaksiku yang secara tidak langsung mengatakan ‘iya’ ,dia kembali bertanya. “ sejak kapan? Ko baru liat ? “
“ baru kemarin teh ,maaf tidak sempat memperkenalkan diri “ jawabku. “ oh iya, nama saya Ratih “ aku langsung menyodorkan tanganku untuk bersalaman, dia menyambut tanganku.
“ Mira “ . katanya “ mau mandi ? ya udah mandi dulu,mumpung jambannya lagi kosong “ lanjutnya tersnyum. Aku hanyamenganguk .
Setelah aktivitas dipagi hari selesai,aku segera pergi keluar kamar dan menemui penghuni koslainnya. Namun pintu-pintu kamar kos terkunci ditinggalkan oleh para pemiliknya. Aku terus berjalan menelusuri lantai 2 itu, ketika aku sampai di kamar yang paling ujung aku melihat Mira yang tadi aku temui, sedang menyapu.
“ hai lagi sibuk ya teh ? “ sapaku so akrab,Mira terlihat kaget dengan kedatanganku.
“ ah enggak-enggak..ayo masuk, bentar yah tanggung lagi nyapu “ katanya nyengir,akupun segera masuk ke kamar kosnya.
“ udah makan ? “ tanyanya, aku langsung menggeleng, karenan memang aku belum makan. “ ya udah makan bareng yu “ ajaknya. Awalnya aku agak ragu ,tapi akhirnya aku mengiyakan. Tak ada salahnya fikirku, dengan begini bisa menambah keakraban.
Selama di kamarnya kami tak henti mengobrol, dia mengobrol tentang suasana kos juga tentang kehidupannya. Dari ceritanya aku tahu Mira kini sedang kuliah di salah satu universitas di Jakarta jurusan psikologi semester 4. Mira tak henti mengoceh, menurutku Mira orang yang sangat asik, baik dan juga welcome kepada siapa saja.
“ asal kamu dari Bandung ya ? ketahuan dari cara manggilnya “ tanyanya, ketika kami sedang mencuci piring sehabis makan.
“ iya, ibu Ratih dari Bandung. Tapi selama ini tinggal di Jogjakarta teh “
“ ohh..terus udah punya rencana mau kuliah kemana ?” aku tak langsung menjawab. Aku bingung harus menjawab apa karena memang belum ada tujuan.
“ gak tau teh, pengennya lanjutin kuliah ke Universitas Hukum ,tapi Ratih belum tau di Jakarta adanya dimana. Pengen sekalian dapetin beasiswa gitu, semoga aja dapet “
“ loh, jadi kamu ke Jakarta belum tau mau masuk Universitas mana ? kok bisa ? orang tua kamu gimana ? biasanya kan orang tua suka ngasih masukan “. Mendengar ucapan Mira aku langsung menunduk. Kejadian di malam itu kembali terngiang-ngiang. Aku merasa iri pada Mira, dia mendapatkan dukungan dari orang tuanya sebelum datang ke Jakarta ini. lah aku ? mataku mulai memanas kembali, aku segera menghentikan aktivitasku.
“ kenapa ? “ Mira ternyata menyadari perubahan sikapku. Dia terus memandangku dalam, Seolah-olah dia tahu apa yang aku rasakan saat ini. dengan cepat aku segera menghapus air mataku dan mencoba untuk tersenyum.
“ Ratih kabur dari rumah teh , ayah Ratih tidak mendukung cita-cita Ratih “ aku diam sebentar, mencoba mengendalikan emosi yang saat ini aku rasakan. “ ibu Ratih udah meninggal dan ayah lebih menyuruh Ratih untuk menikah dengan seorang duda yang…” aku tak meneruskan kata-kataku. Tangisku mulai pecah tak kuat menahan beban yang aku rasakan. Mira yang melihatku sepertiitu langsung memeluku.
“ maaf “ ucapnya. Aku tak menanggapi apa yang Mira katakan. Aku hanya terus menangis meluapkan kepedihan yang aku alami. Mira mengusap-usap pundaku membuatku merasa nyaman. Sungguh aku merasa berada dalam pelukan ibuku. Aku benar-benar merindukannya. Andaikan dia masih ada didunia ini, ibu pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang Mira lakukan saat ini padaku. Lama aku terbenam dalam tangisan, setelah merasa tenang aku segera melepaskan pelukan Mira dan mengusap air mata yang membuat pipiku basah.
“ tuhh kan basaaah..” ucapku mencoba bercanda ,Mira hanya tersenyum sambil menepuk-nepuk pundaku seakan member semangat.
“ tidak apa-apa “ balasnya. Sejak itu entah bagaimana ceritanya ,aku menceritakan semua pengalaman hidupku pada Mira padahal aku baru saja mengenalnya. Tapi ,aku selalu percaya Mira adalah teman yang baik untuk saling berbagi. Dan aku percaya padanya.
“ pada ngapain sih ? “ tanya seseorang tiba-tiba.
“ eh eloo “ sapa Mira balik. Aku melihat seorang pria sedang berdiri didepan pintu. Memiliki perawakan yang tinggi dan menurutku yah cukup tampan. Dia sekilas melihat kearahku, mungkin heran karena baru pertama kali melihatku.
“ oh ya dit, kenalin ini Ratih. Dan Ratih ini Adit “ aku pun berdiri dan menghampiri mereka berdua, lalu kami pun bersalaman. “ Ratih ini tetangga baru kita. Pasti lo belum tahu kan ? “ tanya Mira pada Adit. Mereka tampak sudah mengenal dekat, terlihat dari cara mereka berbicara.
“ hooh, emang sejak kapan ? ko baru sekarang gue tahu ? “
“ baru kemarin ko, maaf tidak sempat memperkenalkan diri “ Adit hanya menganguk sambil bergumam ohhh…
“ eh iya dit, Ratih ini rencananya mau kuliah di Universitas Hukum ,lo bisa bantu kan ? lo kan banyak kenalan, masa logak bisa bantu cari info ? “ jelas Mira. Aku agak kaget mendengarnya, aku tidak percaya Mira akan membantuku selama disini. Adit hanya diam, dia terus memandang kearahku yang membuatku tak nyaman.
Tak lama sambil menganguk ia berkata “oke…”

5 tahun kemudian….
Bila hal-hal indah hanya ada dalam mimpi, selamanya aku ingin tertidur, membayangkan semua keindahan sehingga seluruh dunia dapat aku genggam ditanganku. Tapi tidak ! ini benar-benar nyata ! semua mimpi yang selalu ingin aku wujudkan kini ada dalam genggamanku. Ya ! aku telah berhasil meraih apa yang aku cita-citakan. Semua terasa mimpi, tapi ini nyata. Perjuangan ,kerja keras serta dukungan dari orang-orang terdekat ku telah merubah seluruh hidupku.
Mira..Adit..dua sosok orang yang ada dibalik kesuksesan ku. Aku benar-benar bersyukur bertemu mereka. Mereka seperti keluarga untuku yang selalu mengerti bagaimna keadaanku. Mereka tak pernah berhenti meyakinkanku untuk terus berjalan ketika aku terjatuh. Sungguh aku sangat menyayangi mereka berdua.
“ Ratih “ terdengar teriakan memanggil namaku, dikejauhan aku melihat Mira dan Adit melambai-lambaikan tangan dengan gembira. Dengan setengah berlari aku segera menghampiri mereka. Tanpa basa-basi aku langsung menubruk Mira dan langsung memeluknya. Air mata haru mengalir dari mataku.
“ terimakasih “ ucapku, dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Aku semakin erat memeluk Mira ,aku ingin berbagi kebahagiaan dengan mereka berdua. Ku lihat Mira mulai meneteskan air mata, lalau tanganya menyeka air mataku.
“ udah cantik gini malah nangis “ ucapnya, lalu kembali memeluku erat. “ selamat, akhirnya semua cita-citamu terwujud “.
“ terimakasiihh…”

“ kau mau mengajaku kemana ? “ setelah acara wisuda itu selesai Adit langsung menculiku. Adit hanya nyengir, senyum-senyum sendiri tanpa menjawab. Dia benar-benar menyebalkan,tapi aku tetap tersenyum melihat tingkahnya.
“ tutup mata “ perintahnya,
“ apa? “
“ cepet tutup mata “
“ ribet “. ucapku ngambek,tapi anehnya aku masih saja nurut. Adit langsung menuntunku keluar mobil. Setelah berjalan beberapa langkah Adit menyuruhku untuk membuka mata. Dan tampaklah dua kursi dan satu meja yang dihiasi lampu hias membuat suasana semakin ramai. Pandanganku beralih pada sebuah lilin yang membentuk kata I love you . benar-benar perfect.
“ maukah kau menikah denganku ? “ tiba-tiba Adit menanyakan sebuah pertanyaan yang membuatku sulit untuk bernafas…

Sebelum aku melanjutkan studiku ke inggris, aku pulang  ke Jogjakarta untuk menemui ayahku. Aku telah melupakan kejadian beberapa tahun kebelakang. Aku tetap menyayanginya sekalipun dia telah berlaku tega terhadapku. Ketika aku tiba disana, betapa sakitnya aku ketika melihat ayahku terbaring lemah di rumah sakit. Semenjak aku pergi ayahku langsung sakit-sakitan, ayahku telah di vonis oleh dokter dan hidupnya tidak akan lama lagi. Aku benar-benar terpukul mendengarnya. Bibiku bilang ayah tak pernah berhenti menanyakan kepulanganku. dia juga menjelaskan, bahwa ayah selalu menyesali apa yang telah di perbuat olehnya padaku ketika terakhir kali aku dan ayah bertemu.
“ ayah kamu tiap hari suka nangis. Dia nyesel udah nelantarin kamu, gak ngurus kamu. Mangkannya ayah kamu nyuruh kamu buat nikah sama pak kasim itu bukan apa-apa, dia Cuma pengen liat kamu ada yang ngurus, hidup kamu lebih baik ketimbang tinggal sama dia. Dia bener-bener nyesel udah ngelarang kamu buat kuliah. Dia Cuma takut ga bisa ngebiayain kamu, gak bisa ngasih kamu yang terbaik “. Ucap bibiku. Sungguh ku tak tahan mendengarnya, sesaat itupula aku langsung menemui ayahku dan langsung  menangis di sampingnya. Aku lihat wajah ayahku yang mulai menua. Kerutan diwajahnya semakin jelas terlihat. Aku benar-benar menyesal telah berfikir yangtidak-tidak tentang ayahku, ternyata dibalik sikapnya yang telah berubah dia tak pernah henti memikirkan ku, memikirkan bagaimana masa depanku.
“ ayah ini Ratih yah..bangun..Ratih pulang “ aku mencoba membangunkannya. tiba-tiba mata ayah mulai terbuka.
“Ratih….” Ucapnya berat. Aku melihat butiran air mata jatuh dari kedua matanya.
“ ayah ..” aku menggenggam tangannya. “ maafin Ratih, Ratih udah pergi ga bilang-bilang. Ratih udah buat ayah sakit-sakitan..Ratih bener-bener nyesel ,maafin Ratih..harusnya Ratih yang jaga ayah disaat ayah sakit kaya gini…” aku tak kuasa menahan tangis, tangan ayah tak henti membelai kepalaku sama prĂ©cis seperti yang selalu ia lakukan ketika aku kecil dulu.
“ harusnya ayah yang minta maaf..maafkan ayah Ratih, tidak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu………”. Ucapannya semakin berat tak terdengar, belaian tangannya di kepalaku mulai berhenti. Aku mendongak menatap wajah ayahku, matanya perlahan mulai menutup. Aku benar-benar panic. Tiba-tiba mesin telah menunjukan ayahku telah meninggal dunia. Aku terduduk lemas. Pandanganku kosong. Aku benar-benar tidak percaya tuhan kembali mengambil orang yang paling aku sayangi. Aku menangis sejadi-jadinya melihat tubuh ayahku yang terbujur kaku..
 
3 tahun kemudian..
Setelah menyelesaikan pendidikan Hukum ku di inggris aku kembali ke Indonesia. Sejak itu aku menikah dengan Adit, seseorang yang juga aku cintai ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Darinya aku di karuniai seorang anak laki-laki yang tampan dan juga lucu. Bernama Zafran Achilles .


* ini adalah karya pertama saya yang benar-benar saya rampungkan semasa SMA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar