Kejadian malam itu seakan
tak mau hilang dalam ingatanku. Malam dimana semua impian dan harapanku hilang
dalam sekejap dan membuatku benar-benar prustasi. Ayah, sosok orang yang selalu
menjadi kebanggaanku selama ini telah memupuskan semua harapan yang selalu
ingin aku wujudkan. Tak pernah terbayangkan, sosok orang yang selalu
menyanyangi dan mencintaiku lebih dari apapun itu telah berlaku setega ini
terhadapku.
Namaku Ratih Widia Bhakti. Seperti anak-anak
lainnya, aku terlahir
sebagai seorang wanita yang memiliki berjuta impian. Aku terlahir diantara
keluarga yang senantiasa selalu mendukung apa yang selalu aku impikan. Terlebih
ayahku. Selama hidupku, ia tak pernah berhenti mengajarkan tentang arti dunia
padaku. Tentang bagaimana kerasnya hidup ini sehingga aku harus mampu bertahan
dalam menghadapi setiap permasalahan. Selama ini ia lah yang selalu ada
disampingku ketika aku terjatuh karena kegagalanku. Dan selama ini pula ia yang
selalu ada dibelakangku dalam setiap keberhasilanku.
Dulu kehidupanku sangatlah
bahagia. Kasih sayang dari kedua orang tuaku tak pernah henti aku dapatkan. Ibu
yang selalu mengusap air mataku disaat aku menangis, serta ayah yang selalu
mendorongku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Aku benar-benar beruntung
telah dilahirkan dianatra keluarga yang begitu sangat menyayangiku. Keluarga
yang benar-benar mengerti tentang apa yang aku butuhkan. Namun sayang, seiring
berjalannya waktu tuhan berkehendak lain. Ia mencoba mencuri kebahagiaanku
dengan menanamkan sebuah penyakit mematikan pada rahim ibuku. Sehingga ketika
aku memasuki kelas 3 SMA aku kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Ibuku tak
mampu bertahan dengan rasa sakit yang di deritanya, sementara ayahku..aku
kehilangan sosoknya yang selalu aku banggakan selama ini.
Mungkin karena begitu
besarnya kecintaan ayah terhadap ibuku telah merubah dunianya. Ayah yang selalu
mengajarkan aku tentang kerasnya sebuah kehidupan bukan lagi sosok yang aku
kenal selama ini, ketika ibu meninggalkan kami tanpa kembali. ia berubah
menjadi pribadi yang lebih pendiam. Ia hanya berbicara padaku jika ia ingin
menyampaikan sebuah nasihat, lalu selanjutnya ia pergi mengurung diri dalam
dunianya sendiri, yang bahkan aku pun tak pernah diijinkan untuk memasuki
dunianya. Ia mulai jarang memperhatikanku yang masih membutuhkan perhatian dan
kasih sayangnya. Dan semenjak itu keluargaku hancur. Ayah benar-benar
kehilangan dirinya sehingga ia berhenti dari pekerjaannya. Ia selalu pulang
larut malam dan mengurung diri di kamar. Bahkan lebih parah lagi ayahku pernah
membentakku hingga aku menangis seorang diri dikamar. Aku benar-benar tertekan.
Aku benar-benar tak memiliki siapapun saat ini.
Namun syukurlah, ditengah
keadaan keluargaku yang begitu hancur, aku masih dapat mempertahankan
prestasiku sehingga aku masih menjadi juara umum disekolahku. Aku masih
memiliki kesempatan untuk membuat ayahku tersenyum dengan keberhasilanku.
Dengan perasaan bahagia aku memeluk hasil perjuanganku selama ini, dan berniat
untuk segera menunjukannya kepada ayahku. Namun sayang sesuatu tak terduga
terjadi malam itu. Rasa kecewa mengahampiriku ketika aku mengaharapkan sebuah
senyuman dari ayahku. Ia memberiku sebuah perintah yang tak aku mengerti. Ia
memintaku untuk segera menikah ketika aku berharap akan mendapatkan dukungan
darinya dengan semua cita-citaku.
Hingga terjadilah peristiwa malamitu. Kejadian
yang menghancurkan seluruh impian dan cita-citaku. Sejak kecil aku selalu
bercita-cita menjadi seorang ahli Hukum. Namun sayang, ayahku yang selalu
mendukung apa yang aku cita-citakan, ternyata tidak memberikan dukungannya kali
ini. ayahku meremehkan apa yang aku cita-citakan, dia malah menyuruhku untuk
menikah. Menikah dengan duda kaya yang sama sekali tidak aku cintai.
Perlahan aku menyentuh pipiku yang mulai
memanas. Masih aku rasakan bagaimana ayah melayangkan telapak tangannya hingga
menyentuh keras pipiku ini. Aku langsung memalingkan wajahku keluar jendela.
Gedung-gedung tinggi berdiri kokoh yang menjadi ciri khas kota Jakarta tak
menarik perhatianku sedikitpun. Aku rasakan matakupun mulai memanas,
pandanganku kabur oleh air mata. Tidak pernah terfikirkan sebelumnya, aku akan
mewujudkan impianku dengan cara seperti ini. aku memutuskan untuk pergi tanpa
sepengetahuan ayahku. Itu artinya aku tidak memiliki siapapun yang dapat
mendukung keberhasilanku.
Bus yang aku tumpangi akhirnya tiba ditempat
pemberhentian yang semestinya. Sambil mengusap air mata, aku bersiap-siap untuk
turun dengan mengemasi tas bawaanku. Dengan menghela nafas aku pandangi suasana
kota Jakarta ,tampak impian besarku mengambang dalam ingatan. Dengan tekad yang
kuat aku mulai melangkahkan kakiku seraya berkata “ Jakarta aku datang untuk
menggapai semua impian”
Cuaca panas, kemacetan dan polusi yang selama
ini selalu akulihat dan dengar di televise kini aku rasakan secara langsung di
kota besar ini. Berkali-kali aku menyeka keringat yang jatuh di wajahku. Dengan
menenteng tas aku berjalan pasti untuk mencari tempat kos yang terbilang murah
dan sesuai ,yang ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Namun, beberapa jam
kemudian ketika hari mulai gelap aku baru menemukan tempat kos yang menurutku
lumayan dengan harga dan keadaan. Setelah mengurus segala urusan pembayaran aku
segera membentangkan sejadah dan pergi untuk shalat.
Perlahan ku buka mata, menatap seluruh suasana
disekitarku yang terasa asing. Ya ! aku hampir saja lupa, ini adalah hari pertamaku
di tempat yang baru. Aku belum memikirkan apa yang akan aku lakukan di hari pertamaku,
mungkin hari ini aku akan membersihkan kamar kosku serta mengunjungi teman
penghuni kos lainnya. Setelah mengumpulkan tenaga, aku bangun dari tempat tidur
dan segera pergi keluar kamar.
Aku baru tersadar, ternyata tempat kosku
berlantai 3. Ketika aku mulai menaiki anak tangga kelantai 3, aku mengurungkan
niatku, ku fikir lebih baik mandi lebih dahulu sebelum menemui teman-teman yang
lain. Aku kembali berbalik dan mulai menuruni anak tangga, ketika aku sampai di
lantai dasar ,aku melihat seorang wanita muda sedang menjemur pakaian.
“ selamat pagi “ sapaku, wanita itu langsung
menghentikan aktivitasnya dan menengok ke rahku.
“ eh anak baru ya? “ tanyanya, aku hanya
tersenyum. Setelah melihat reaksiku yang secara tidak langsung mengatakan ‘iya’
,dia kembali bertanya. “ sejak kapan? Ko baru liat ? “
“ baru kemarin teh ,maaf tidak sempat
memperkenalkan diri “ jawabku. “ oh iya, nama saya Ratih “ aku langsung
menyodorkan tanganku untuk bersalaman, dia menyambut tanganku.
“ Mira “ . katanya “ mau mandi ? ya udah mandi
dulu,mumpung jambannya lagi kosong “ lanjutnya tersnyum. Aku hanyamenganguk .
Setelah aktivitas dipagi hari selesai,aku segera
pergi keluar kamar dan menemui penghuni koslainnya. Namun pintu-pintu kamar kos
terkunci ditinggalkan oleh para pemiliknya. Aku terus berjalan menelusuri lantai
2 itu, ketika aku sampai di kamar yang paling ujung aku melihat Mira yang tadi
aku temui, sedang menyapu.
“ hai lagi sibuk ya teh ? “ sapaku so akrab,Mira
terlihat kaget dengan kedatanganku.
“ ah enggak-enggak..ayo masuk, bentar yah
tanggung lagi nyapu “ katanya nyengir,akupun segera masuk ke kamar kosnya.
“ udah makan ? “ tanyanya, aku langsung
menggeleng, karenan memang aku belum makan. “ ya udah makan bareng yu “
ajaknya. Awalnya aku agak ragu ,tapi akhirnya aku mengiyakan. Tak ada salahnya
fikirku, dengan begini bisa menambah keakraban.
Selama di kamarnya kami tak henti mengobrol, dia
mengobrol tentang suasana kos juga tentang kehidupannya. Dari ceritanya aku
tahu Mira kini sedang kuliah di salah satu universitas di Jakarta jurusan
psikologi semester 4. Mira tak henti mengoceh, menurutku Mira orang yang sangat
asik, baik dan juga welcome kepada siapa saja.
“ asal kamu dari Bandung ya ? ketahuan dari
cara manggilnya “ tanyanya, ketika kami sedang mencuci piring sehabis makan.
“ iya, ibu Ratih dari Bandung. Tapi selama ini
tinggal di Jogjakarta teh “
“ ohh..terus udah punya rencana mau kuliah
kemana ?” aku tak langsung menjawab. Aku bingung harus menjawab apa karena
memang belum ada tujuan.
“ gak tau teh, pengennya lanjutin kuliah ke Universitas
Hukum ,tapi Ratih belum tau di Jakarta adanya dimana. Pengen sekalian dapetin
beasiswa gitu, semoga aja dapet “
“ loh, jadi kamu ke Jakarta belum tau mau
masuk Universitas mana ? kok bisa ? orang tua kamu gimana ? biasanya kan orang
tua suka ngasih masukan “. Mendengar ucapan Mira aku langsung menunduk.
Kejadian di malam itu kembali terngiang-ngiang. Aku merasa iri pada Mira, dia
mendapatkan dukungan dari orang tuanya sebelum datang ke Jakarta ini. lah aku ?
mataku mulai memanas kembali, aku segera menghentikan aktivitasku.
“ kenapa ? “ Mira ternyata menyadari perubahan
sikapku. Dia terus memandangku dalam, Seolah-olah dia tahu apa yang aku rasakan
saat ini. dengan cepat aku segera menghapus air mataku dan mencoba untuk
tersenyum.
“ Ratih kabur dari rumah teh , ayah Ratih
tidak mendukung cita-cita Ratih “ aku diam sebentar, mencoba mengendalikan
emosi yang saat ini aku rasakan. “ ibu Ratih udah meninggal dan ayah lebih
menyuruh Ratih untuk menikah dengan seorang duda yang…” aku tak meneruskan
kata-kataku. Tangisku mulai pecah tak kuat menahan beban yang aku rasakan. Mira
yang melihatku sepertiitu langsung memeluku.
“ maaf “ ucapnya. Aku tak menanggapi apa yang Mira
katakan. Aku hanya terus menangis meluapkan kepedihan yang aku alami. Mira
mengusap-usap pundaku membuatku merasa nyaman. Sungguh aku merasa berada dalam pelukan
ibuku. Aku benar-benar merindukannya. Andaikan dia masih ada didunia ini, ibu pasti
akan melakukan hal yang sama seperti yang Mira lakukan saat ini padaku. Lama
aku terbenam dalam tangisan, setelah merasa tenang aku segera melepaskan
pelukan Mira dan mengusap air mata yang membuat pipiku basah.
“ tuhh kan basaaah..” ucapku mencoba bercanda
,Mira hanya tersenyum sambil menepuk-nepuk pundaku seakan member semangat.
“ tidak apa-apa “ balasnya. Sejak itu entah
bagaimana ceritanya ,aku menceritakan semua pengalaman hidupku pada Mira
padahal aku baru saja mengenalnya. Tapi ,aku selalu percaya Mira adalah teman
yang baik untuk saling berbagi. Dan aku percaya padanya.
“ pada ngapain sih ? “ tanya seseorang
tiba-tiba.
“ eh eloo “ sapa Mira balik. Aku melihat
seorang pria sedang berdiri didepan pintu. Memiliki perawakan yang tinggi dan
menurutku yah cukup tampan. Dia sekilas melihat kearahku, mungkin heran karena
baru pertama kali melihatku.
“ oh ya dit, kenalin ini Ratih. Dan Ratih ini Adit
“ aku pun berdiri dan menghampiri mereka berdua, lalu kami pun bersalaman. “ Ratih
ini tetangga baru kita. Pasti lo belum tahu kan ? “ tanya Mira pada Adit.
Mereka tampak sudah mengenal dekat, terlihat dari cara mereka berbicara.
“ hooh, emang sejak kapan ? ko baru sekarang
gue tahu ? “
“ baru kemarin ko, maaf tidak sempat
memperkenalkan diri “ Adit hanya menganguk sambil bergumam ohhh…
“ eh iya dit, Ratih ini rencananya mau kuliah
di Universitas Hukum ,lo bisa bantu kan ? lo kan banyak kenalan, masa logak
bisa bantu cari info ? “ jelas Mira. Aku agak kaget mendengarnya, aku tidak percaya
Mira akan membantuku selama disini. Adit hanya diam, dia terus memandang
kearahku yang membuatku tak nyaman.
Tak lama sambil menganguk ia berkata “oke…”
5 tahun kemudian….
Bila hal-hal indah hanya ada dalam mimpi,
selamanya aku ingin tertidur, membayangkan semua keindahan sehingga seluruh
dunia dapat aku genggam ditanganku. Tapi tidak ! ini benar-benar nyata ! semua
mimpi yang selalu ingin aku wujudkan kini ada dalam genggamanku. Ya ! aku telah
berhasil meraih apa yang aku cita-citakan. Semua terasa mimpi, tapi ini nyata.
Perjuangan ,kerja keras serta dukungan dari orang-orang terdekat ku telah
merubah seluruh hidupku.
Mira..Adit..dua sosok orang yang ada dibalik
kesuksesan ku. Aku benar-benar bersyukur bertemu mereka. Mereka seperti
keluarga untuku yang selalu mengerti bagaimna keadaanku. Mereka tak pernah
berhenti meyakinkanku untuk terus berjalan ketika aku terjatuh. Sungguh aku
sangat menyayangi mereka berdua.
“ Ratih “ terdengar teriakan memanggil namaku,
dikejauhan aku melihat Mira dan Adit melambai-lambaikan tangan dengan gembira.
Dengan setengah berlari aku segera menghampiri mereka. Tanpa basa-basi aku langsung
menubruk Mira dan langsung memeluknya. Air mata haru mengalir dari mataku.
“ terimakasih “ ucapku, dengan air mata yang
tak henti-hentinya mengalir. Aku semakin erat memeluk Mira ,aku ingin berbagi
kebahagiaan dengan mereka berdua. Ku lihat Mira mulai meneteskan air mata,
lalau tanganya menyeka air mataku.
“ udah cantik gini malah nangis “ ucapnya,
lalu kembali memeluku erat. “ selamat, akhirnya semua cita-citamu terwujud “.
“ terimakasiihh…”
“ kau mau mengajaku kemana ? “ setelah acara
wisuda itu selesai Adit langsung menculiku. Adit hanya nyengir, senyum-senyum
sendiri tanpa menjawab. Dia benar-benar menyebalkan,tapi aku tetap tersenyum melihat
tingkahnya.
“ tutup mata “ perintahnya,
“ apa? “
“ cepet tutup mata “
“ ribet “. ucapku ngambek,tapi anehnya aku
masih saja nurut. Adit langsung menuntunku keluar mobil. Setelah berjalan
beberapa langkah Adit menyuruhku untuk membuka mata. Dan tampaklah dua kursi
dan satu meja yang dihiasi lampu hias membuat suasana semakin ramai.
Pandanganku beralih pada sebuah lilin yang membentuk kata I love you .
benar-benar perfect.
“ maukah kau menikah denganku ? “ tiba-tiba Adit
menanyakan sebuah pertanyaan yang membuatku sulit untuk bernafas…
Sebelum aku melanjutkan studiku ke inggris,
aku pulang ke Jogjakarta untuk menemui
ayahku. Aku telah melupakan kejadian beberapa tahun kebelakang. Aku tetap
menyayanginya sekalipun dia telah berlaku tega terhadapku. Ketika aku tiba
disana, betapa sakitnya aku ketika melihat ayahku terbaring lemah di rumah
sakit. Semenjak aku pergi ayahku langsung sakit-sakitan, ayahku telah di vonis
oleh dokter dan hidupnya tidak akan lama lagi. Aku benar-benar terpukul
mendengarnya. Bibiku bilang ayah tak pernah berhenti menanyakan kepulanganku.
dia juga menjelaskan, bahwa ayah selalu menyesali apa yang telah di perbuat
olehnya padaku ketika terakhir kali aku dan ayah bertemu.
“ ayah kamu tiap hari suka nangis. Dia nyesel
udah nelantarin kamu, gak ngurus kamu. Mangkannya ayah kamu nyuruh kamu buat
nikah sama pak kasim itu bukan apa-apa, dia Cuma pengen liat kamu ada yang
ngurus, hidup kamu lebih baik ketimbang tinggal sama dia. Dia bener-bener
nyesel udah ngelarang kamu buat kuliah. Dia Cuma takut ga bisa ngebiayain kamu,
gak bisa ngasih kamu yang terbaik “. Ucap bibiku. Sungguh ku tak tahan
mendengarnya, sesaat itupula aku langsung menemui ayahku dan langsung menangis di sampingnya. Aku lihat wajah ayahku
yang mulai menua. Kerutan diwajahnya semakin jelas terlihat. Aku benar-benar
menyesal telah berfikir yangtidak-tidak tentang ayahku, ternyata dibalik
sikapnya yang telah berubah dia tak pernah henti memikirkan ku, memikirkan
bagaimana masa depanku.
“ ayah ini Ratih yah..bangun..Ratih pulang “
aku mencoba membangunkannya. tiba-tiba mata ayah mulai terbuka.
“Ratih….” Ucapnya berat. Aku melihat butiran air
mata jatuh dari kedua matanya.
“ ayah ..” aku menggenggam tangannya. “ maafin
Ratih, Ratih udah pergi ga bilang-bilang. Ratih udah buat ayah sakit-sakitan..Ratih
bener-bener nyesel ,maafin Ratih..harusnya Ratih yang jaga ayah disaat ayah
sakit kaya gini…” aku tak kuasa menahan tangis, tangan ayah tak henti membelai
kepalaku sama précis seperti yang selalu ia lakukan ketika aku kecil dulu.
“ harusnya ayah yang minta maaf..maafkan ayah Ratih,
tidak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu………”. Ucapannya semakin berat tak
terdengar, belaian tangannya di kepalaku mulai berhenti. Aku mendongak menatap wajah
ayahku, matanya perlahan mulai menutup. Aku benar-benar panic. Tiba-tiba mesin
telah menunjukan ayahku telah meninggal dunia. Aku terduduk lemas. Pandanganku
kosong. Aku benar-benar tidak percaya tuhan kembali mengambil orang yang paling
aku sayangi. Aku menangis sejadi-jadinya melihat tubuh ayahku yang terbujur kaku..
3 tahun kemudian..
Setelah menyelesaikan pendidikan Hukum ku di
inggris aku kembali ke Indonesia. Sejak itu aku menikah dengan Adit, seseorang
yang juga aku cintai ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Darinya aku di karuniai
seorang anak laki-laki yang tampan dan juga lucu. Bernama Zafran Achilles .
* ini adalah karya pertama saya yang benar-benar saya rampungkan semasa SMA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar